Jumat, Agustus 28, 2009

BAB 2 FRESHMEN FINAL TEST

Beberapa bulan telah berlalu, kini, kami memasuki akhir tahun! Naik kelas iyey!
“Baiklah, itu saja untuk hari ini,” kata pak Klapper selesai mengajar beberapa minggu sebelum tes itu “Oh iya, bapak hanya mengingatkan saja ya, dua bulan ke depan adalah tes kenaikan kelas. Jadi, jangan hanya berdiam diri, dan bermain-main saja ya!”
Setelah itu, pak Klapper pergi dari kelas. Aku mendekati Nay sesaat sebelum dia keluar.
“Emm, Nay…” panggilku pelan.
Nay menoleh “Apa?” tanyanya pelan juga “Tumben suaramu kecil? Biasanya menggelegar.”
“Oh kamu sudah tidak marah?” kataku tersenyum.
“Hah? Marah kenapa?” tanyanya balik tanya.
“Oh tidak, soal undangan Workshop tempo dulu itu,” kataku.
Nay tersenyum “Ah enggak apa-apa kok,” katanya pelan “Sudahlah, yang sebelah situ enggak usah di bahas lagi, ok?”
Aku tersenyum “Ok,” kataku pendek sekali.
“Ya sudah, aku mau mengerjakan PR dulu, jadi sekarang buru-buru,” katanya lagi sambil berlalu “Daag!”
Aku melambaikan tanganku sebentar. Yah, untung saja hubunganku dengannya masih baik. Nah, waktunya ke Workshop ah!

***

Sementara itu, di Workshop, Levin dan Duke sedang mencoba membuat sesuatu.
“Bleh, salah mungkin,” kata Duke sambil melihat cairannya “Memang harus seperti ini ya?”
“Masa?” tanya Levin sambil membaca kembali bukunya “Disini tertulis ‘cut into pieces…’ artinya dipotong hingga kecil-kecil kan?”
“Bukan!” seru Duke “Maksudnya itu dipotong besar-besar!”
Sementara mereka ribut, aku datang.
“Halo all!” sapaku “Sedang apa?”
“Membuat item!” seru Duke tanpa menoleh “Wak! Gagal lagi…”
Aku mendekati mereka “Kesinikan bukunya,” kataku sambil mengambil bukunya dari tangan Levin “Nah masalah kalian ada pada bagian mana?”
“Semuanya kakak,” kata Levin “Kami bingung gagal terus dari tadi…”
“Kakak?” kataku pelan “Oh yee, kalau begitu, mari kita buat dari awal.”
Kami lalu membuatnya dari awal. Sesuai panduan, aku menerjemahkannya. Sampai masalah tadi.
“Potong hingga bagian-bagian…” bacaku pelan-pelan.
“Fo, potongnya sebesar bagaimana?” tanya Duke “Kami tadi ribut di sekitar situ.”
“Ha? Sudah jelas kalimatnya ‘Cut into pieces until it become 4 pieces’ jelas empat bagian lah!” kataku. Duke dan Levin saling pandang.
“Oh begitu…” kata Levin pelan “Pantas saja…”
“…Gagal terus?” sambungku “Sebagai seorang Alchemist, kita harusnya membacanya hingga selesai, jangan setengah-setengah ok?”
Levin dan Duke garuk-garuk kepala. Kami lalu melanjutkan sintesis itu hingga hampir selesai.
“Whew, kok bisa jadi ya?” tanya Duke heran “Wah memang kalau tanpa buku panduan dia susah di andalkan.”
“Hei apa maksudnya dengan itu?” seruku “Aku juga kan berusaha keras!”
Levin berdiri “Eh Fo, bagaimana… hubunganmu dengan Nay?” tanya Levin “Sudah membaik?”
Aku terkejut “Hah? Tahu darimana?” tanyaku kaget.
“Ehm, dulu, ya aku tak sengaja mendengarnya,” kata Levin pelan “Soalnya, aku jadi merasa bersalah mengundangmu kesini hingga membuat Nay marah dan menubrukku di luar.”
Aku terdiam “Ah, sudah tak apa-apa kok,” kataku senang “Makasih deh sudah mengkhawatirkanku, tapi, masalah itu sudah beres!”
Levin tersenyum sedikit. Duke memandang kami dari jauh. Pelan-pelan, dia meninggalkan kami. Dia lalu memandang langit dari jendela sambil tersenyum. Aku dan Levin hanya diam menatapnya.
***
Beberapa minggu setelah itu, kami sudah menyelesaikan pelajaran kami. Jadi, kami libur hingga tes nanti!
Pagi itu, Levin terlambat sampai ke Workshop. “Ya ampun, aku keasyikan membuat enkripsi!” katanya sambil berlari “Apa ya kata teman-teman kalau aku terlambat?!”
Tapi ternyata, saat Levin tiba di Workshop, Duke hanya sendiri.
“Duke? Mana Foster?” tanya Levin setibanya disana “Dia terlambat?”
Duke menggeleng “Entahlah, sejak pagi, sejak di asrama, dia sudah hilang,” kata Duke sambil meletakkan peralatan labnya di meja.
“Lha? Tumben dia terlambat…” kata Levin pelan “Ada apa ya?”
Mereka diam sejenak “Levin, kita kan sudah menyelesaikan kelas kita,” kata Duke sambil berdiri “Bagaimana kalau kita berkeliling mencarinya?”
Levin tersenyum “Ide bagus!” katanya senang “Mari berkeliling! Kita mulai dari halaman kampus saja! Tempat favoritnya.”
Mereka berdua pun keluar dari Workshop itu. Lalu segera pergi mencari aku.
***
Levin dan Duke berjalan-jalan sekitar halaman kampus. Mereka menanyai semua orang yang ada disana. Sampai, ada informasi yang mengejutkan.
“Kalian mencari Foster?” tanya Enkampf “Tadi pagi, dia di bawa ke UKS sepertinya…”
Levin dan Duke kaget. Mereka langsung berlarian menuju ke UKS. Mereka cepat-cepat menyusuri lorong. Dan tiba di UKS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
“Ooh, Duke, Levin!” Seruku di depan ruang UKS “Kalian kenapa? Kok ngos-ngosan? Abis olahraga ya?”
Duke dan Levin lebih kaget lagi melihatku segar begitu “Bukan begitu!” Seru Duke “Justru kami yang sedang khawatir tentang kamu!”
“Aduh bikin kaget saja…” kata Levin “Kamu enggak apa-apa kan?”
Aku terdiam “Maksud kalian apa?” tanyaku pelan “Ah sudah dulu deh, aku ada keperluan, bye!” lanjutku sambil berlari meninggalkan mereka.
Levin dan Duke saling pandang. Sikapku hari ini aneh sekali sepertinya.
“Hei, dia kan keluar dari UKS,” kata Levin “Tanya ke bu Paisley saja.”
Duke mengangguk “Boleh saja,” jawabnya pendek. Lalu mereka memasuki UKS.
***
“Ah, aku mengerti… kalian mengkhawatirkannya ya?” kata bu Paisley pelan.
Mereka mengangguk “Sepertinya, dia hanya pingsan tadi pagi. Lalu dia di bawa kesini. Tapi kemudian, dia meminum suatu obat. Sehingga tadinya dia kaku, jadi kembali normal,” jelas bu Paisley “Tapi, maaf, ibu tidak tahu penyebabnya apa.”
Mereka terdiam lagi. “Oh begitu,” kata Levin pelan “Kalau begitu, ya sudah, maaf menganggu!” lanjutnya sambil keluar. Diikuti oleh Duke.
Setelah di luar, mereka semakin terdiam “Foster… apa dia mengidap penyakit yang parah ya?” tanya Levin khawatir.
“Entahlah,” kata Duke “Dia tak pernah bilang apa-apa.”
Mereka menghela nafas bersamaan “Hmm, aku agak capek…” kata Levin pelan “Aku mau pulang duluan ke asrama ya?”
Levin lalu berlalu. Tinggallah Duke sendirian “Foster, dia kenapa sih?” gumamnya pelan. Kemudian, dia berjalan pergi meninggalkan tempat itu. Padahal, Aku mengamatinya dari jauh. Melihat mereka dengan cermat. Lalu aku menunduk.
“Hmm, ini tidak bagus, teman-teman sudah mengetahuinya,” gumamku “aku harus berusaha merahasiakan ini lebih dalam pada mereka…”
***
Beberapa minggu kemudian, aku dan Levin sedang bersintesis bersama. Sementara itu, Duke tidak datang karena katanya ada urusan.
“Ok, sekarang masukkan ikannya pelan-pelan…” kataku “Lalu kemudian, ambil cairannya, dan tebarkan bumbu yang sudah di sediakan di atasnya…”
“Oh bagus,” kata Levin sambil tersenyum “Nah sudah selesai! Lalu harus di apakan?”
“Diamkan dulu, sesudah itu, rebus selama 2 menit di panci sana,” kataku “Lalu berikutnya…”
Tiba-tiba, bu Betty datang mengetuk pintu. Wajahnya terlihat kesal. Kami langsung membuka pintunya.
“Permisi, apakah tuan Dunkstein ada disini?” katanya “Ada yang ingin saya bicarakan.”
Aku dan Levin saling pandang “Maaf bu, tapi hari ini, dia belum datang karena katanya ada urusan,” jawab Levin sopan “Memangnya kalau boleh tahu, ada apa dengannya?”
“Sudah kuduga,” gumamnya “Bilang saja, ibu menunggunya di ruang kepala besok. Maaf tapi, tanyakan saja padanya. Permisi,” sambungnya sambil pergi. Kami mengamati kepergiannya.
“Nah ada apa ya?” tanya Levin pelan “Tumben Duke buat masalah?”
“Dia mah, memang bermasalah,” kataku “Yah begitulah dia.”
Tiba-tiba terlihat bayangan dari pintu “Siapa yang bermasalah?” katanya. Kami terkejut. Yang berdiri di sana…. Duke!
“Hai Duke!” seru Levin “Kamu ada masalaah dengan bu Betty? Sepertinya beliau marah.”
Duke menghela nafas “Ooh, itu lagi…” katanya “Wah bosen aku sama masalah itu…”
Aku lalu mendekati Duke “Memangnya ada apa sih?” tanyaku penasaran “Aku tak menyangka kamu punya masalah dengan bu wakil kepala.”
“Bukan masalah besar sih,” jawabnya santai “Masalah kecil saja kok, soal berantem sama teman sekelas saja.”
Kami terkejut “Ha? Berantem dengan teman sekelas?” kata Levin tak percaya.
“Memang sudah kelihatan ya,” gumamku pelan.
“Yah begitulah aku, beda dengan kalian,” kata Duke “Yuk, sekarang mau ngapain?”
“Ehm, soal itu,” kata Levin pelan “Tadi bu Betty datang kesini untuk…”
“Memberimu tugas!” kata suara lagi di pintu. Di pintu, bu Betty sudah memasang wajahnya dengan baik “Ibu sudah tidak kuat mengenai komplen dari teman-teman dan gurumu. Berhubung kamu berasal dari keluarga penghasil bahan-bahan terbaik, kami tak bisa mengeluarkanmu. Jadi kami memutuskan memberimu tugas.”
Kami terdiam. Duke berdiri “Boleh, jadi tugas apa yang ingin di berikan padaku?” katanya.
“Ibu cukup dengan memberimu tugas untuk mencari ubur-ubur di pantai Sunset. Bawakan minimal 5 buah saja. Ibu tunggu di ruang ibu besok,” kata bu Betty “Jika besok tidak di berikan pada ibu, maaf, tapi, kami terpaksa mengeluarkanmu.”
Kemudian, bu Betty beranjak dari Workshop kami, kembali ke kehidupannya. Kami memandang Duke.
“Duke, memangnya kamu sudah punya pancingan?” tanya Levin pelan.
“Belum,” jawab Duke pendek. Kami terkejut.
“Apa maksudmu dengan berkata ‘belum’ semudah itu?” kataku pelan “Ayo, kita harus mencari pancingan!”
Levin tiba-tiba melamun. Lalu kemudian menjentingkan jarinya “Ooh! Kalau tidak salah, ayahku pernah bilang, tentang temannya ayahku yang tinggal di hutan,” kata Levin “Dia adalah Sigma, teman Workshop ayahku yang tadinya adalah penghuni hutan.”
“Oh begitu,” kataku pelan “Lalu, hutan sebelah mana?”
“Nah itu dia yang aku tak tahu,” kata Levin “Tapi, katanya kita hanya harus menyusuri pantai ke arah selatan dari pantai Sunset.”
“Kalau begitu, ayo kita berangkat!” kataku “Kamu ikut juga Duke!”
***
Kami sampai di pantai Sunset. Kami bertemu dengan Cyrus disana.
“Oh hai Foster, Duke, dan Levin!” sapanya sambil membawa sekantung kerang “Ada apa? Kalian sudah punya pancingan ya?”
Kami menggeleng “Justru kami tidak punya,” kata Duke “Hey kamu tahu Si…”
Levin langsung membekap mulut Duke. “Eeh, eh, tahu Si-Terra enggak? Dia kemarin meminjam peralatan lab kami….”
Cyrus menyernyitkan dahi “Oh, dia, dia sedang mencari Kayu di hutan utara sana,” jawabnya pelan.
Levin langsung mendorong kami ke belakang, keluar dari pantai sunset “Makasih Cyrus, dadah gud bay!” kata Levin sambil meninggalkannya. Cyrus memandangi kami dengan aneh. Lalu melanjutkan pencarian kerangnya.
“Phuaah!! Apa yang kamu lakukan!?” Seru Duke setelah mulutnya di buka.
“Maaf Duke,” kata Levin “Tapi, orang bernama Sigma ini mending jangan di sebar-luaskan.”
“Memangnya kenapa?” tanyaku “Tak ada salahnya kan menanyai seseorang? Apalagi Cyrus…”
“Bukan itu,” tukas Levin “Tempat Sigma ini… Sangat rahasia! Ayahku bilang, jangan sampai ada yang tahu tentang ini!”
Aku dan Duke saling pandang “Ok, kalau tak lewat pantai, lalu lewat mana?” tanya Duke. Levin terdiam sejenak.
“Kenapa kita tidak pergi ke selatan saja sekarang? Lalu belok ke kiri terus hingga ketemu pantai?” kataku panjang lebar. Levin dan Duke memandangku.
“Bagus!” kata Duke “Ayo cepat, sebelum sore.”
Kami lalu memasuki hutan timur. Pergi ke selatan. Lalu, ke arah timur setelah merasa agak jauh. Kami menemukan tepi laut. Lalu, kami menyusuri tepi pantai hutan timur itu. Terus ke selatan. Beberapa lama kemudian, kami melihat sebuah gubuk di kejauhan.
“Eh itu mungkin?” tunjukku ke depan “Ada gubuk yang kelihatannya sudah tua.”
Kami dengan segera mendekatinya. Tempat itu mungkin adalah tempat persembunyian Sigma dahulu kala! Tempat itu cukup indah. Airnya lebih bening dibandingkan di pantai Sunset. Ada perahu kecil dan dermaga kecil. Gubuknya terbuat dari kayu. Tertulis ‘Sigma’.
“Aha benar,” kata Levin senang “Ayo, kita cari pancingannya.”
Kami lalu menyusuri setiap detil gubuk dan dermaganya. Beberapa saat kemudian, kami berhasil menemukannya di perahu kecil tersebut.
“Aneh ya,” kata Levin “Padahal ini sudah sepertinya lama, tapi kelihatan masih bagus?”
“Hem mungkin Sigma memolesinya pakai alkemi?” dugaku “Seingatku, Alkemi dapat melakukan hampir semuanya.”
“Yah urusan begitu kita simpan nanti saja!” kata Duke “Ayo kita segera ke pantai Sunset untuk memancing!”
Kami kembali menyusuri pantai. Sebelum sampai di pantai Sunset, kami memasuki hutan, dan keluar di jalan menuju ke pantai Sunset, agar kami tidak di curigai. Kami langsung mencari tempat memancing yang enak. Cyrus sudah tidak ada.
“Ayo secepatnya,” kata Levin buru-buru “Fo, disini ada ubur-ubur apa?”
“Tenang saja Levin,” kata Duke sambil tiduran di karpet berjemur.
“Kami mengkhawatirkan kamu tahu!! Segarlah sedikit!!” teriak Levin histeris.
“Aku enggak ikutan deh,” kataku pelan “Oh iya, disini adanya ubur-ubur yang namanya 99% Water.”
“99% Water? Berarti air dong?” tanya Duke sambil melihat ke air.
“Kalian tak tahu? Ubur-ubur kan 98%-nya air lho,” jelasku.
“Ah sudahlah,” kata Duke “Cepetan pancing!”
Sejam kami menunggu. Untungnya ada hasilnya. Kami sudah mendapatkan 5 buah 99% Water!
“Bagus!” kata Levin senang “Nah sekarang, mari kita antar ini ke bu Betty!”
Kami langsung pergi sesegera mungkin menuju ke ruang kepala sekolah, dan menyerahkannya pada bu Betty. Tentu saja, bu Betty sangat terkejut karena kami begitu cepat memberikannya.
“Hmm, bagus,” gumam bu Betty pelan “Baiklah, Dunkstein! Tuduhanmu akan dilepaskan! Tapi, tolong jangan mengulangi perbuatan yang sama ya!”
Kami lalu bersorak. Karenanya, kami di usir oleh bu Betty keluar dari ruangan pak kepala yang pak kepalanya sedang ada rapat diluar. Kami lalu berjalan dengan senang menuju Workshop kami.
“Baguslah, masalahmu kini beres,” kata Levin “Mari, kita lanjutkan lagi sintesis kita yang…”
“Ya ampun!!” teriakku “Tadi kita meninggalkan sintesis kita tanpa mematikannya!!”
Levin terkejut. Kami langsung melambung jauh, terbang tinggi, ke Workshop kami. Duke hanya memandang kami dari jauh. Sambil tersenyum, dia berkata “Untung saja, mereka adalah temanku ya…”
***

Hari tes pun tiba. Pak Klapper berseri-seri melihat kami. “Baiklah, hari ini adalah tes akhir! Tak terasa kalian akan segeramenjadi Sophomore!” sambutnya “Sekalian di perhatikan, tes akhir selalu berkelompok dengan satu Workshop! Jadi, akrabkanlah diri kalian dengan Workshop kalian. Dan tentu saja, jangan libatkan kakak kelas kalian dalam melakukan ini!”
“Jadi apa yang akan kita lakukan?” tanyaku pelan pada Nay.
“Entahlah,” jawabnya “Kuharap ber-dance ya?”
“Kamu berlebihan…” kataku pelan.
“Baiklah akan bapak umumkan tugas bagi kalian para Freshmen!” kata pak Klapper melanjutkan yang tadi “Kalian cukup mencari bahan-bahan yang jarang ada dan sangat jarang dilihat. Semakin sulit, nilai kalian semakin baik! Untuk mencari yang terbaik, kini, kalian diperbolehkan untuk menelusuri daerah Sophomore!”
Kami bersorak. “Baiklah, bapak harap kalian menemukan yang terbaik. Tulislah laporan kalian, lalu berikan pada bapak, nanti tiap wali kelas akan memeriksa Workshop kalian. Nah, tugas ini di kumpulkan 3 hari kedepan, jadi semoga berhasil ya! Oh iya, hati-hati karena area Sophomore berbahaya di malam hari, jadi bapak harap, kalian tidak berjalan pada malam hari ya!” lanjutnya. Lalu, kemudian, dia keluar dan kelas selesai.
Sesudah itu, aku mengobrol sebentar dengan Nay.
“Phew! Untung saja bukan ulangan,” kataku “Kalau ulangan aku enggak yakin bisa.”
“Ya aku juga,” kata Nay “Ya sudah, yuk kita ke Workshop masing-masing! Aku harus mendiskusikan tentang ini. Sampai jumpa!”
Aku melambai ke Nay. Aku menghela nafas. Duh, mesti kemana ya? Tiba-tiba, di pintu, Levin dan Duke sudah menunggu. Kami lalu segera pergi ke Workshop kami.
“Jadi? Bagaimana?” tanyaku “Apa kita meneliti danau Pulse?”
“Dimana itu?” tanya Levin “Maaf aku kurang kenal tempat itu.”
“Aku punya usul!” kata Duke. Kami memperhatikan Duke “Kalian tahu, dibawah gunung Frost, ada altar penyegelan. Nah, mungkin disitu kita dapat menemukan sesuatu!”
Levin tersenyum “Wah benar juga!” kata Levin “Baiklah, dimana itu?”
“Eh tapi tunggu!” kataku “Bukannya itu daerah Junior?”
Levin dan Duke terdiam “ah, pasti bisa dimasuki kan?” tanya Duke “Ayolah!”
“Aku tak tahu,” kataku “Biasanya ada sejenis pelindung yang menghalangi tingkat bawah seperti freshmen, sophomore…”
“Kalau begitu, ayo kita kesana!” kata Levin “Ayo kita coba dulu!”
Aku menghela nafas “Baik… aku ikut saja deh…” kataku. Lalu kemudian, kami bersiap-siap pergi ke gua altar penyegelan.
Sementara itu, di pintu, seseorang sedang mendengar kami “Hehehe, mau ke Gua Naga ya,” katanya sinis “Akan kuhentikan mereka nanti…”
***

Kami langsung pergi ke lapangan Everee.
“Bawa petanya?” tanya Duke.
“Ngg, aku bawa,” kata Levin “Eeh, aku bawa sih tapi...”
“Lalu? Kenapa ada tapinya?” tanya Duke.
“Ini kok, enggak kelihatan dimana kita,” kata Levin sambil membolak-balik petanya.
“Sini coba kulihat,” kataku. Tiba-tiba, aku memasang senyum garing “Levin… ini kan… Peta Dunia!”
“Hah!? Levin!!” Teriak Duke marah.
“Waa maaf! Mana kutahu kalau itu peta Dunia!” katanya.
“Duke, sabarlah!” kataku “Aku bawa petanya pulau Gebrida ini kok!”
“Mana coba kulihat,” kata Duke sambil meminta petanya. Kemudian melihatnya. Dan tersenyum garing “Foster bodoh! Ini kan peta Akademi! Mana peta pulaunya!!?”
Aku terkejut. Aku memeriksa tasku lagi “Ah, eh salah!” kataku “Yang benar yang ini.”
Duke mengambil petanya dari tanganku “Nah yang ini baru benar,” katanya “Jadi, dari sini ke hutan utara, lalu selusuri tebing hingga menemukan lubang.”
“Oh, nama tempatnya itu Gua Naga yah?” kata Levin pelan “Jadi penasaran ada apa disana.”
“Ayo, kita segera jalan!” kata Duke bersemangat. Kami bersorak. Lalu, kami memasuki hutan utara menuju ke Gua Naga.
Padahal di belakang kami, 2 orang sedang mengamati kami dengan mata yang tidak mengenakkan..
“Mereka bersemangat juga ya, Rose?” tanya seseorang pada temannya dengan nada jahat.
“Ohohoh! Benar Bart!” jawab yang perempuan dengan suara gemilang “Aku jadi sayang, harus menghentikan mereka!”
“Kalau begitu, ayo kita segera pergi ke Gua Naga,” kata Bart.
“Ayo!” seru Rose. Mereka berdua kemudian hilang di kegelapan hutan.
***

Kami melewati kayu-kayu yang sudah ditebang. Matahari sudah mulai bersembunyi di ufuk barat. Hari mulai gelap. Namun, kami tetap melanjutkan petualangan kami. Setelah beberapa saat, tersesat dulu tentunya, kami akhirnya sampai di depan Gua Naga tersebut.
“Nah aku tak tahu deh,” kataku “Pasti ada penghalang yang menghalanginya deh.”
“Kita tak akan tahu sebelum mencoba,” kata Duke “Ayo kita coba.”
“kita bergeraknya bersama-sama ok,” kata Levin. Kami mengangguk.
Suasana tegang seperti akan duel antar koboi ini sangat terasa. Kami lalu berjalan menuju ke dalam gua tersebut dengan iringan yang sama. Namun, saat di pintu masuknya saja, kami sudah terpental!
“Nah apa kubilang!” kataku sambil memegang kepalaku yang terbentur dengan sikut Duke “Kita tak bisa memasuki area Junior!”
Duke dan Levin terdiam. Memandang pintu masuk ke dalam altar Gua Naga. Tiba-tiba, ada bunyi langkah dari belakang.
“Kalau kalian benar-benar ingin masuk kesana, aku bisa membantu,” kata suara itu. Rasanya kami kenal dengan suara itu.
Orang itu keluar dari bayang-bayang hutan. Tersinari oleh sinar bulan sabit. Kami terkejut melihat orang yang datang itu. Itu kan Cyrus!
“Cyrus? Apa yang kau lakukan disini?” tanya Levin kaget. Cyrus tersenyum.
“Maaf aku datang tiba-tiba,” katanya “Sebenarnya, ada yang ingin kukatakan pada kalian!”
“Cyrus?” kataku pelan.
“Lalu apa maumu?” tanya Duke sambil berdiri.
Cyrus terdiam sebentar “Izinkan aku ikut dengan… Workshop kalian!” katanya. Kami terdiam lagi. “Maaf, tapi, sebenarnya, Workshop miliknya… Ada sesuatu yang kurang aku suka.”
“Umm, bagaimana ini…?” tanya Levin pada kami.
“Kan kamu ketuanya? Kenapa harus aku yang menentukan boleh tidaknya?!” seru Duke.
“Aku hanya bawahan, maaf ya,” kataku pendek.
Levin kembali memandang Cyrus. “Hem, menurut kalian bagaimana?”
“Aku sih, bolehlah,” kata Duke pendek.
“Boleh,” kataku lebih pendek lagi.
Levin menghela nafas “Ya sudah, boleh deh!” katanya. Cyrus melompat.
“Makasih banyak!” teriaknya “Aku sayang kalian!”
“Tapi, kenapa kamu ikut dengan kami?” tanyaku pelan “Kan masih banyak Workshop lainnya?”
“Hmm, begini,” kata Cyrus pelan “Sebenarnya…”
“Kau mendengar apa yang kami diskusikan kemarin ya?” kata seseorang di kegelapan hutan lagi. Kami menoleh. Cyrus tampak pucat. “Mereka… Datang untuk menghentikan kalian!” lanjutnya.
Kami menelan ludah. Dua orang tadi, datang bersamaan dari dalam hutan.
“Merekalah seniorku,” kata Cyrus “Mereka adalah Bart, dan Rose, pemilik Workshop Bartheno!”
Bart dan Rose tersenyum. “Akhirnya ketemu!” teriak Bart “Levin Valbelumona!”
Levin memasang muka marah “Kalian…” geramnya pelan. Sementara itu, aku dan Duke saling pandang.
“Siapa mereka?” tanyaku pelan pada Levin.
“Mereka adalah musuh lama ayahku,” jelas Levin “Ayah mereka pernah menjadi rival ayahku, dan sering menganggu ayahku.”
“Ohhohoho! Bukannya itu kata-kata yang terlalu kejam untuk seorang ‘Valbelumona’?” sindir Rose dengan nada yang kurang enak.
“Baik, sepertinya pembicaraan ini mulai menyimpang,” kata Bart “Bagaimana kalau kita akhiri disini Rose?”
“Baiklah!” jawab Rose. Mereka mendekati kami sambil mengeluarkan senjata mereka.
“Hei, hei, apa yang ingin kalian lakukan?” tanyaku kaget “Kalian mau melawan kami?”
“Sudahlah, Foster,” kata Duke sambil berdiri dan menonjok tangannya sendiri “Aku tak tahu siapa mereka, tapi, kurasa mereka adalah musuh!”
“Cyrus, bisa diam di belakang?” kata Levin sambil mengeluarkan sesuatu dari sarung pedangnya. Dia mengeluarkan sebuah pedang bambu yang mengkilat!
“Tidak!” kata Cyrus “Mereka ternyata juga musuh ibuku selama ini, aku akan membantumu!” lanjutnya sambil membuat sebuah tongkat dari sinar-sinar yang mengelilinginya. Aku terdiam melihatnya.
Tinggal aku sendiri bingung pusing kepala. “Ah, baiklah, selama ini tidak ada masalah dengan akademia…” kataku pelan sambil mengeluarkan binder dari dalam jaketku.
“Hehehe, kalian sudah siap?” kata Bart “Untuk mati!”
Pertarungan pun tak dapat dihindari…
***

Beberapa menit kemudian, rupanya, gabungan kami berhasil mengalahkan mereka!
“Uh, Urrg!” erang Bart “Kalian akan menerima balasannya!”
“Rambutku! Rambutku yang cantik!” jerit Rose melihat rambutnya yang acak-acakan “Awas kalian! Nantikan balas dendamku!”
Setelah berkata demikian, mereka pun kabur. Kami menghela nafas bersama.
“Phew, aku tak menyangka kita bisa menang…” kataku sambil kembali menyimpan binderku.
“Ah sudahlah,” kata Levin sambil kembali meletakkan pedangnya “Jangan pedulikan mereka, ayo kita fokus dulu pada cara masuk ke dalam gua itu.”
“Jadi, kalian benar-benar ingin masuk kesana?” tanya Cyrus. Kami mengangguk.
“Ayo Cyrus,” kata Duke “Jangan hanya diam saja, ayo lakukan sesuatu!”
Cyrus lalu mengangguk. Lalu kemudian, dia mendekati pintu tersebut. Kemudian, dia berusaha melakukan sesuatu dengan tongkatnya. Kemudian, tiba-tiba terlihat ada lubang besar di pintu masuknya!
“Ayo teman-teman!” teriak Cyrus “Masuklah cepat!”
Kami langsung berlari memasuki lubang itu. Cyrus lalu meloncat masuk kedalam gua bersama kami.
“Untunglah!” kata Levin senang “Makasih Cyrus!”
“Eng, lalu keluarnya bagaimana?” kataku sambil membetulkan letak kacamataku yang miring.
“Tenang saja, kita dapat keluar dengan hanya melewatinya saja kok,” kata Cyrus “Kalau begitu, ayo kita lanjutkan kedalam.”
Kami lalu masuk kedalam. Di sepanjang perjalanan, banyak obor yang diletakkan sehingga tidak sulit melihat jalan. Kami lalu terhenti di depan danau bawah tanah yang cukup besar.
“Kalau tidak salah, ini adalah danau bawah tanah Naga,” jelasku “Disini, airnya hangat. Sehingga di percaya ada naga yang tinggal di dalamnya.”
Mereka saling pandang “Kalau begitu, ayo kita berpencar saja,” kata Levin “Cari barang-barang yang aneh, lalu kita kumpul di depan obor ini ok.”
Kami lalu saling mengangguk. Lalu berpencar.
Levin menyusuri sepanjang dinding. Dia memperhatikan dinding-dinding yang berkilauan. Sepertinya disini terdapat banyak tambang yang cukup bagus. Dia berusaha mencabutnya. Namun, dia sendiri malah terpental tanpa mendapatkan apa-apa. Levin melihat ke sampingnya. Ada sebuah beliung disana! Levin lalu menggunakannya ke dinding. Dia lalu mengambil sebuah batu yang cukup berkilauan. Lalu, kemudian, dia pergi darisana.
Sementara itu, aku menelusuri ujung gua. Aku sampai di altar penyegelan. Aku berkeliling di sana. Memperhatikan dupa dan persembahan di sana sini. Ruangan disini lebih terang dibandingkan di lorong tadi. Aku meneliti batu-batu di atas altar pengorbanan. Batu bulat yang indah. Aku kemudian membawanya keluar dari sana.
Duke mendekati tepi danau itu. Kemudian, dia mengeluarkan pancingannya. Kemudian memancing. Hampir dia mengantuk selama itu. Namun, tiba-tiba, kailnya bergoyang. Duke lalu mencoba menariknya dengan seluruh kekuatannya. Ketika ditarik, ternyata itu adalah benda bulat yang bentuknya seperti telur. Tapi, yang ini besar. Duke lalu membawanya pergi dari sana.
Cyrus meneliti tanahnya pelan-pelan. Melihat-lihat mungkin ada tanah yang gembur untuk di gali. Agak lama memang dia mencarinya. Sampai suatu sisi, dia menemukan sebuah tanah yang gembur yang bisa digali. Kemudian, Cyrus mengeluarkan sekop mininya. Lalu mulai menggali disana. Ia menemukan sebuah kristal bulat yang cukup indah. Ia lalu membawanya pergi dari situ.
***

Kami lalu berkumpul dibawah obor tadi.
“Bagaimana?” tanya Levin.
“Yah bulat deh,” kataku sambil memperlihatkan benda bulat itu.
“Kok sama ya?” tanya Cyrus kaget.
“Aku juga,” tambah Duke.
Kami lalu saling pandang satu sama lain. Lalu, kemudian kami bergegas keluar darisana karena kami mendengar suara langkah orang banyak. Jadi, kami memutuskan untuk menelitinya di Workshop kami.
***

Kami lalu sampai di Workshop beberapa menit setelah itu. Kami lalu mengeluarkan benda bulat kami masing-masing.
“Hem,” kataku sambil memperhatikan kristal milik Levin “Ini, Grandite, kristal bawah tanah yang cukup bagus. Namun, ini cukup mudah di temukan.”
Kami lalu terdiam. Lalu menghela nafas bersama.
“Hem,” kataku sambil memperhatikan kritstal bulatku “Ini, Raw Asclion Ore, kristal yang belum di apa-apakan dan kurang begitu menarik.”
Kami lalu terdiam. Lalu menghela nafas bersama lagi.
“Hem,” kataku sambil memperhatikan kristal temuan Cyrus “Ini, Avellian Copper, tembaga yang jarang ada. Cukup tinggi di pasaran. Wow, ini benda yang bagus Cyrus!”
Cyrus tersenyum. “Baik, ayo kita ambil ini saja sebagai bahan untuk nanti!” kata Levin bersemangat.
“Eh tunggu!” kata Duke “Bagaimana dengan temuanku?”
Kami saling pandang “Baiklah,” kataku “Akan kuperiksa… Walaupun sia-sia…”
Kemudian, aku meneliti benda tersebut. Memutar-mutarnya. Tiba-tiba, aku menyernyitkan dahi. “Tunggu, aku tak pernah melihat sesuatu seperti ini?” kataku.
“Yah, mana kutahu,” kata Duke “Aku mendapatkannya waktu memancing tadi itu…”
Tapi, tak sengaja, aku menyenggol benda bulat tersebut. Itu pun jatuh kebawah. Terdengar suara retakan sesuatu.
“Arrrrgh! Hey, itu kan penemuanku!” seru Duke marah “Kenapa kamu menjatuhkannya!?”
Aku jadi panik sendiri. Duke langsung mengambilnya. “M-maaf! Aku tak sengaja lho!” kilahku “Maaf sekali Duke, bukan berarti aku…”
Tiba-tiba, Cyrus menjerit. “Hah? Ada apa?” tanya Levin ikut kaget.
Cyrus perlahan-lahan menunjuk ke benda penemuan Duke itu “Itu, ma…mata!” katanya. Aku dan Levin memandang benda itu. Duke ikut memandangnya.
Kami sangat terkejut ketika melihat ada sinar di kegelapan hitam di dalam telur yang bolong tersebut. Duke langsung menjauhkan lengannya. Memperhatikan mata bulat dan kuning itu dari jauh. Sementara itu, aku dan Levin panik sendiri. Beberapa saat kemudian, muncu sebuah kaki dan tangan dari dalam telur. Dengan bonus sebuah sayap seperti sayap kelelawar di punggungnya. Kami mulai bersembunyi di belakang meja.
“Duke, lepaskan saja itu dan sembunyi sini!” seru Levin gemetar. Duke diam saja. Tiba-tiba, ada suatu bunyi yang terdengar dari dalam telur itu.
“Ada orang?” kata suara itu “Ibu?”
Tiba-tiba, benda itu bergerak. Ternyata itu sebuah telur naga!?
“Siapa itu?” tanya Levin sambil mendekatinya.
Telur itu bergetar keras. “Hiee! Tolong! Ada manusia barbar!” teriaknya sambil meronta-ronta.
“Aduh!” teriak Duke karena tercakar “Hei, salah seorang bawakan tali!”
Tiba-tiba Cyrus maju kedepan “Tunggu Duke!” kata Cyrus “Coba kesinikan!”
Cyrus lalu mencoba mengelus-elusnya pelan “Sudah,sudah…” kata Cyrus pelan “Nah mudah kan? Ini…”
Tiba-tiba, telur itu meloncat dari pangkuan Cyrus dengan cepat. “Aku bukan bayi!” katanya “Sialan!”
Duke hanya geleng-geleng kepala “Hei jaga dong sikapmu!” kata Duke. Tiba-tiba, dia memandang Duke. Duke menyernyitkan dahi.
“Tunggu,” katanya “Rasanya aku mengenalmu…”
Duke menyernyitkan dahinya lagi “Siapa? Aku?” kata Duke pelan “Aku sungguh tak mengerti…”
“Ah iya!” serunya “Kau yang kulihat pertama kali!”
Kami terdiam. Aku langsung membuka buku dengan cepat. “Berdasarkan pengalamanku, semua binatang yang baru menetas selalu menganggap apapun yang baru saja dilihatnya pertama kali sebagai ortunya,” jelasku. Levin mendekat.
“Jadi?” tanya Levin pelan.
“Jadi, ya berarti,” kataku pelan “Duke, adalah orang tua ‘angkat’nya…”
Kami terkejut. “Masa? Aku orang tuanya?” tanya Duke tak percaya “Uh, ya sudah, sini… emm…”
“Ah kalau nama aku punya sendiri kok,” kata telur itu “Aku, Drafy, anak naga…”
“Dari mana tuh…?” tanyaku pelan. Drafy memandangku.
“Aku senang nama itu,” katanya pendek. Aku hanya geleng-geleng saja.
“Kalau begitu bagus!” kata Duke senang “Ayo! Kita rayakan dengan masuknya 2 anggota baru! Cyrus dan Drafy!”
“Hey tunggu!” kataku “Nanti kita bilang apa pada pak kepala?”
“Ah tenang saja!” kata Levin “Aku bisa menegaskan kakekku kok!”
“Kenalkan, aku Cyrus,” kata Cyrus mendekati Drafy. Drafy memandangnya pelan.
“Cyprus?” kata Drafy pelan. Cyrus membantu. Beberapa saat kemudian, terdengar teriakan Drafy entah darimana.
Aku hanya geleng-geleng kepala. Kami saling bersulang. Sementara aku hanya duduk-duduk melihat mereka berpesta seperti tempo hari. Drafy dan Cyrus… dua anggota baru yang sepertinya akan membuat Workshop ini tambah seru. Tapi…?
***
To be Continued...

Kamis, Agustus 20, 2009

BAB 1 THE ALCHEMIST

Burung-burung menyanyi dengan riang, awan-awan berkejaran dengan pelan di atas sana, sendari tadi, cuaca cerah membuka jubahnya dengan sangat lebar. Sehingga, hari pun cerah sentosa. Begitu juga dengan hatiku saat ini. Cerah bagai sinar matahari yang memandikanku hari ini.
“Hey Nay,” kataku sambil berbalik, menengok pada teman baikku, walau dia perempuan, “Indah kan? Ah… Seandainya Kevyn juga ikut.”
Nay diam sambil melihatku “Bukan begitu, Foster…” katanya dengan nada pelan “Masalahnya, dia langsung memilih kerja, dibandingkan masuk kuliah…”
“Yah, aku harap sih, kita bisa bertiga ya…” kataku sambil mendengus pelan. Angin mulai mendesir di depan wajahku.
Saat ini, kami sedang menuju ke pulau terpencil, khusus tempat kuliah Alkimia, tempat kami akan bersekolah. Pulau ini dinamai pulau Gebrida. Kampusnya bernama Akademi Seinwalk, ber-motto-kan “Nós Podemos Fazer Melhor!” yang artinya, Kita bisa lebih baik! Sebagian besar, daerah ini di dominasi oleh hutan, dan berlatarkan pegunungan di belakangnya. Tapi, pulau ini entah mengapa mempunyai misteri, yaitu, daerah kering di belakang pegunungan tersebut. Tak pernah ada seorang pun yang pernah di ijinkan untuk pergi kesana.
“Halo semuanya!” kata speaker yang berbunyi di belakanga kami. Aku langsung meloncat saking kagetnya.
“Lebay deh,” sahut Nay sambil memandangku. Aku hanya tersenyum pelan.
“Sebentar lagi, kita akan segera sampai di pulau Gebrida,” kata suara itu lagi “Siapkanlah, barang-barang anda, jangan sampai ada yang ketinggalan! Sampai jumpa 3 tahun ke depan!” Aku dan Nay langsung bergegas menuju ke kabin kami untuk membawa barang-barang kami. Setelah berpisah menuju ke kabin kami, aku, yang sedang berlari kecil, menubruk seseorang dengan keras. Namun, aku saja yang terpental.
“Ah! Maaf!” kataku sambil menunduk-nunduk. Lalu kemudian, berlari secepat kilat menuju ke kabinku. Orang yang berbadan besar tadi hanya memandangku dengan penuh sidik. Lalu kembali berbalik, dan melanjutkan jalannya.
Aku langsung memasukkan segalanya ke dalam tas dan ranselku dengan cepat. Lalu kemudian bergegas keluar dari sana. Sebelum aku menutup pintu, aku memandang kamar itu untuk terakhir kalinya. Aku tersenyum kecil. Lalu, aku berlari dengan semangat menuju ke haluan.
***

Nay sudah berdiri di sana dengan topi koboinya. Alasannya ya mana kutahu. Mau dicari tahu pun, sepertinya tak terlalu menarik untukku.
Kami pun berjalan bersama menuju ke akademi yang ada di seberang hutan. Kami berjalan beriringan. Kami semua bersenda gurau dengan gembira. Membicarakan apa yang mungkin akan terjadi nantinya. Segalanya terasa indah. Pemandangan gunung di depan kami sangat menusuk hatiku. Senang, maksudnya.
Saat kami tiba di depan gerbang, salah seorang guru di sana meminta kami untuk berbaris. Rupanya, ada pemeriksaan, “Tipe” seperti apakah kami ini.
“Ini agar kami mengerti apa yang harus kami lakukan untuk kalian!” Jawab guru itu sambil tersenyum garing.
Kami lalu memasuki sebuah alat yang terbagi tiga. Membuat barisan itu lebih cepat. Saat melewati itu, kami memasuki halaman depan sekolah. Kami lalu di suruh untuk pergi ke aula untuk masa orientasi. Setelah berkumpul, kami lalu mendengar pidato pak kepala selama beberapa jam. Lalu, setelah selesai, aku berjalan berdua dengan Nay.
“Wah, tadi itu panjang sekali!” kataku sambil menjulurkan lidah “Untunglah sekarang sudah selesai…”
Nay melirikku dengan pandangan yang kurang pas “Perilaku seperti itu tuh yang kurang aku suka.” Jawabnya pelan.
“Malah sepertinya aku yang lebih tidak suka diriku,” kataku sambil memandang ke depan “Hem, mungkin aku memang seperti itu ya…”
Kami lalu berjalan dengan bisu. Lalu kemudian, kami berpisah. Nay ke asrama perempuan, dan tentu saja aku ke bagian laki-laki. Ah, tempat tidur.
Aku mengamati sebentar gedung asrama ini. Rasanya, Déjà vu terus terasa sejak aku sampai di pelabuhan, namun, aku malas membicarakannya dengan siapa pun. Angin mulai mendesir memaksaku masuk ke dalam. Aku pun langsung masuk kedalam.
Ada 2 lantai ternyata. Nomor kamarku yang ku terima tadi saat upacara orientasi menunjukkan, bahwa aku mulai sekarang tinggal di ruang 807. Pasti lantai 2! Pikirku. Aku lalu mulai menaiki tangga dengan segan. Pandangan mata tak sedap mulai memperhatikanku dari balik tirai. Untungnya, ruang 807 berada tepat di depan mukaku.
Binggo! Teriakku dalam hati. Aku membuka pintunya dengan cepat. Hah? Lho? Terkunci? Ah! Aku lupa kuncinya!
“Aduh, aku taruh dimana ya? Aduh…” kataku sambil mengobrak-abrik tas dan ransel di depan kamarku. Ternyata, aku seharusnya mengambil kuncinya di resepsionis depan. Terpaksa aku harus kembali ke depan akademi sekali lagi.
Beberapa jam kemudian, aku sudah hampir kehilangan nafas. Berlari dengan ransel yang berat tidak terlalu mudah. Namun, aku lebih terkejut karena kamarku tidak dikunci. Setelah dibuka, akhirnya aku mengerti. Bahawa tiap kamar adalah sarang bagi 2 orang! Di kasur yang satu lagi, ada orang sedang tidur. Badannya besar… Aku lalu meletakkan ranselku di dekat kasurku sendiri. Namun, saat orang itu berbalik, itu sangat menambah level terkejutku.
“Lho, kalau tidak salah kamu yang tadi menabrakku di kabin ya?” tanyanya sambil bangkit. Keringat dingin mulai bercucuran. Itulah hujan lokal. Aku mengangguk dengan gemetar. Agh, dia pasti langsung menghajarku! Aku sudah diam menunggu itu terjadi. Namun, apa yang dia lakukan?
Dia menepuk pundakku “tenanglah sobat,” katanya pelan sambil tertawa-tawa. Aku mengangkat mukaku. Memandangnya dengan dalam. “Yah, ini pertama kalinya ada yang meminta maaf denganku. Kupikir, kamu akan lari seperti yang lainnya.”
Aku menatap matanya. Mukanya begitu memang. Namun, dari matanya, langsung terbaca. Ternyata dia punya aura yang lembut. “Kau… ternyata baik ya,” kataku takjub. Dia tersenyum. “Hei ayo kenalan,” katanya sambil mengulurkan tangannya “Aku Duchfare Dunkstein! Panggil saja aku Duke jika kepanjangan!”
Aku tersenyum bersinar. Ini juga pertama kalinya ada yang mau berkenalan denganku selain Nay. “Foster Alvaero,” balasku sambil membalas tangannya “Foster saja jika kependekkan!” kataku lagi garing.
Kami tertawa berdua. Terbahak-bahak walaupun sepertinya dia tahu bahwa itu garing. Untuk
pertama kalinya, aku merasa senang dengan alami.

***

Esoknya, Duke menindihku. Ceritanya sih, biar aku bangun. Walaupun kukira, dia mau membunuhku.
“Uuuuph!!...” jeritku pelan “Awas! Auuh, kamu mau membunuhku ya!?”
Duke tertawa terbahak-bahak “Dasar orang lemah!” Tawanya keras “Hayo, disiplin sedikit! Mari, kita segera menceburkan ke air!!”
Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya. Duke langsung menceburkan diri di bak mandi. Jelas terdengar dari air yang muncrat hingga keluar pintu. Aku lalu mengambil kacamataku. Lalu mengambil pakaian Duke untuk di jemur di luar. Saat membuka pintu ke beranda, burung-burung berterbangan. Sinar matahari menyelip masuk. Membuat bagian dalam kamar menjadi cerah. Aku tersenyum pelan melihat gunung besar di depanku masih berselimutkan kabut. Seakan-akan dia masih tidur.
Beberapa menit kemudian, Duke sudah selesai mandi. Langsung menyergap handukku begitu saja. Rambut jarumnya berubah menjadi loyo. Tertawa aku melihatnya. Berikutnya giliranku mandi. Tapi, melihat duke manghabiskan air panasnya, aku hanya diam terpaku…

***

Aku dan Duke berjalan bersama menuju ke papan pengumuman pembagian kelas. Disana, banyak murid berseliweran dan memenuhi depan papan tersebut. Namun, sepertinya, saat Duke mendekati mereka, semuanya menyingkir. Aku dan Duke dengan mudahnya, maju ke tengah.
“Hah? Kenapa ini?” tanyaku pelan. Duke diam saja. Dia lalu memperhatikan papannnya. Lalu berbalik.
“Kita berdua beda kelas. Kamu kelas 2 dan aku 4…” jawabnya pelan sambil menarik tanganku pergi dari situ. Beberapa meter dari situ, dia berhenti.
“Ada apa, Duke?” tanyaku pelan setelah dia melepaskan tanganku “A…apa kamu sering di begitu kan oleh yang lain?”
Duke terdiam “Tidak… Sudahlah, ayo kita masuk kelas…” katanya sambil berlalu, juga sambil menarikku. Aku hanya terdiam sambil mengerutkan kening.

***

Aku masuk kelasku sendiri. Alangkah terkejutnya aku melihat seseorang yang kukenal yang sedang duduk di belakang itu. Dia pakai seragam lagi.
“Nay! Untunglah kamu sekelas denganku!” kataku senang “Sendiri saja?”
Nay mengangguk pelan “Kenapa telat?” tanyanya sambl menggeser tasnya ke pinggir “Biasanya nyubuh?”
Aku menghembuskan nafas “Ada masalah…” jawabku asal “Biasa lah, bagaimana?”
Nay mengerutkan kening “Bagaimana apanya?” tanyanya balik. Aku garuk-garuk kepalaku karena gatal. “Ngomong-ngomong, kamu tipe apa?” tanyanya lagi. Aku makin garuk-garuk kepala.
“Tipe yang kemarin itu?” tanyaku pelan “Enggak tahu, memang sudah di sebarkan ya?”
“Iya lah!” kata Nay keras “Tuh di papan pengumuman juga ada!”
“Sudah jangan keras-keras,” kataku pelan “Lalu, tipemu apa?”
“Technique,” jawabnya pelan.
“Hah, nanti saja aku selidiki lagi deh…” kataku pelan “Eh, itu gurunya masuk.”
Kami langsung ambil posisi acak. Ada seorang guru laki-laki yang rambutnya pirang, dan kelihatannnya baik.
“Selamat pagi!,” teriaknya sambil tersenyum “Saya, akan menjadi wali kelas kalian mulai saat ini, jadi, nama saya adalah Klapper Zaart. Panggil saja Professor Klapper ya. Disini, bapak mengajar Ilmiah! Jadi siapkan penelitianmu untuk ini…”
Kami terdiam sebentar. Lalu, kami kembali menjadi ramai. “Untuk pertama ini, bapak hanya ingin, kalian bergabung, atau membuat sendiri Workshop kalian. Workshop, adalah tempat kalian dapat bersintesis, bersama-sama tim yang kalian buat. Nah, bapak beri waktu hingga minggu depan. Seminggu ini, silakan kalian bersenang-senang di tempat freshmen! Nah sebelum bapak akhiri, akan bapak jelaskan tentang perjalanan kita ini…”
Beberapa jam kemudian… “Jadi, setelah 4 tahun, kalian bisa pergi dari sini, dengan bebas. Oh jangan lupa, tipe kalian haruslah dihafal yah. Nah sekarang akan bapak absen…”

***

“Phew, akhirnya selesai juga…” kataku lega “Hei, Nay, bagaimana…?”
“Workshop? Mau bikin ah, namanya Workshop Netral!” katanya senang “Eh, Fo, mau ikut Workshopku enggak?”
Aku terdiam sambil tersenyum. “Ah aku pikir-pikir dulu deh…” jawabku sambil keluar dari sana. Nay hanya geleng-geleng kepala.
Aku berlari menuju ke papan pengumuman. Saking cepatnya, orang-orang mengira bahwa aku adalah angin. Dan akhirnya, lagi-lagi aku menabrak orang!
“Eh aduh maaf!” kataku gugup sambil memagang hidung dan menunduk. Orang itu menepuk pundakku lagi.
“Foster?” kata suara yang kukenal “Kenapa kamu…?”
Aku mendongak kepalaku. Glek! Duke rupanya! “Ah Duke, maaf lagi…” kataku kaget. Duke garuk-garuk kepala.
“Kamu buru-buru sekali,” katanya santai “Mau kemana?”
“Mau lihat tipeku,” jawabku sambil kembali berjalan.
“Eh tunggu, aku juga mau lihat!” Katanya seraya berlari mengikutiku.
Kami sampai di depan papan yang kini kosong. Hanya beberapa orang saja yang berlalu lalang di sekitar situ. Kami lalu mendekati papan pengumuman itu.
“Coba, kucari,” kataku pelan “Hmm…”
Saat mencari nama di kelas 4, ada Duke. Lambangnya tangan.
“Oh, aku Strength ya?” katanya tenang “hoo… pertarungan tangan kosong, berkulit besi, dan tak perlu pakai senjata…”
“Kamu kelihatannya senang?” Sindirku. Duke hanya tersenyum lebar.
“Hayo lihat kamu apa?” kata Duke penasaran. Aku lalu berbalik ke papan pengumuman. Mencari namaku. Ah, itu dia!
“Apa? Buku?” kataku “Apa ini?”
“Maksudnya, kamu tipe Wisdom,” jelas Duke “Mereka pintar, hebat menggunakan strategi, dan bukulah senjata mereka.”
“Kamu tahu darimana?” tanyaku. Duke menunjuk keterangan di atas papan pengumuman. Aku tersenyum sempit.
“Satu tipe lagi, ya Tecnique ya…” lanjutnya “Pandai menggunakan segala jenis senjata, gesit, dan sangat mengandalkan skill mereka.”
Aku mengangguk-angguk. Lalu menunjuk Nama Nay “N.Z. Naya, Technique…” gumamku pelan. “Yah, Workshop, kamu tahu Workshop kan?” lanjut Duke kemudian. Aku mengangguk. “Minimal, semua tipe harus ada dalam tiap Workshop.” Lanjutnya.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. “Oh iya, ngomong-ngomong, Duke, kamu sudah punya Workshop?” tanyaku. Duke menggeleng.
“Belum,” jawabnya enteng “Memang kenapa? Toh masih ada seminggu lagi.”
Aku terdiam. Ya, masih ada seminggu lagi. Tenang saja. Tidak buru-buru… Tidak Buru-buru…
“Ah, kalian berdua…” kata suara di belakang kami. Kami menoleh. Dia, orang berambut biru, bermata besar dan biru juga, laki-laki, membawa sarung seperti untuk pedang, dan kecapekan!
“Ada perlu apa?” tanyaku sambil berbalik, bersamaan dengan Duke. Orang itu kemudian berdiri tegak bagai tombak.
“Maaf menganggu,” kata orang itu, “Aku Levin, ada yang ingin aku tanyakan pada kalian!”
Aku dan Duke saling pandang. “Kau kenal dia, Fo?” Tanya Duke sambil melihatku. Aku menggeleng dengan cepat.
“Tak heran kalian tak mengenalku,” kata Levin “Mungkin aku kurang terkenal, tapi aku ini, Levin Valbelumona generasi ke-12.”
Kami terkejut. Levin segera menenangkan kami. “Tolong jangan keras-keras,” katanya pelan “Kalian Foster Alvaero dan Duchfare Dunkstein, Tipe Wisdom dan Strength kan? Makannya aku membutuhkan kalian yang memang sekamar…”
“Hem, lalu ada apa?” Tanya Duke sambil menyilangkan tangannya “Silakan Tanya yang kamu suka.”
“Duke, tenanglah!” kataku sambil mendekati Levin “Jadi apa yang ingin kamu tanyakan pada kami?”
“Sebenarnya,” kata Levin “Kalian… mau bergabung dengan Workshop-ku?”
Kami terdiam. Wah ada yang mengajak kami ikut dengan Workshop seseorang! Apa lagi dia, anak dari Raynaldy Valbelumona generasi ke-11 itu! Tapi, aku sudah menerima ajakan dari Nay untuk bergabung dengan Workshop-nya. Bagaimana ini?
“Baiklah, aku ikut denganmu,” jawab Duke santai. Aku terkejut. “Yah lebih baik begini daripada harus memaksa ikut dalam Workshop lain yang tak terlalu membutuhkan kita kan?”
Aku terdiam lagi. Waduh bagaimana ini? Haruskah aku mengikuti Levin, atau Nay? Wahai saudara yang kebingungan, pilih jalanmu… Agghh kata-kata itu garing sekali!
“Terima kasih banyak, Duchfare!” kata Levin senang.
“Duke, tepatnya,” kata Duke sambil mengangkat badannya “Panggil Duke, sekarang ini, ya?”
Levin mengangguk sambil tersenyum senang. Kemudian mereka memandangku yang sedang berputar-putar karena pusing.
“Bagaimana denganmu Foster?” kata Levin “Foster kan?”
Aaah… Bagaimana ini? Mana yang harus aku pilih? Ya Allah! Tolonglah akuuu!!
“Foster kau baik-baik saja?” Tanya Duke sambil menyernyitkan dahinya.
Levin tertunduk “Oh, sudah punya ya…?” kata Levin “Sudahlah, tak usah di paksakan, akan kucari yang lain saja…”
Aku langsung membatu. Untungnya tidak roboh. Dengan sekejap, langsung aku berbalik.
“Baik, baik!” kataku lantang “Aku ikut denganmu! Makasih sudah mengajakku!”
Semua terdiam. Hei, aku berkata terlalu kencang ya?
“Makasih sudah mau bergabung denganku Foster!” Kata Levin sambil memelukku erat-erat. Aku tersenyum tidak karuan.
“Tapi, apa perlu sekencang itu?” kata Duke sambil menyernyitkan dahinya.
“Baiklah, aku akan mengantar kalian ke Workshop-ku!” katanya bersemangat “Yuk, mari.”
Duke mengikutinya dengan santai. Sementara, aku berjalan dengan langkah super ringan seperti burung sambil terhenyak dalam-dalam. Apa yang harus kukatakan pada Nay nanti?

***

Levin mengantar kami terus hingga ke gedung Workshop. Kami melewati Workshop lain. Workshop milik Curbale, lalu… Workshop Nay?
“Ya, selain Workshop privat milik para guru, ada 8 buah Workshop lain yang di buat tanpa binaan mereka. Yaitu, di sini,” jelas Levin “Di lantai satu, ada Workshop milik kak Mike Curbale, lalu Workshop baru bernama Netral ini, dan ruangan di ujung sebelah sana, ruang Athanor.”
Aku dan Duke saling pandang “Athanor? Apa itu?” tanyaku.
“Itu untuk membuat semacam senjata, aksesoris, dan lain-lain...” jelasnya kemudian.
“Senjata apapun juga?!” Tanya Duke bersinar-sinar.
“Tenang Duke,” kataku pelan.
“Memang bisa,” kata Levin “Tapi, kita harus punya buku panduan membuatnya. Kita bisa membelinya di toko sekolah, atau meminjamnya dari perpustakaan.”
“Ooooh…” kataku dan Duke bersamaan.
“Mari, kita ke atas,” lanjut Levin sambil menaiki tangga. Duke mengikutinya. Tapi, aku terpaku memandang Workshop Netral itu…
“Foster! Ayo cepat, nanti ditinggal lho?” panggil Duke dari atas. Aku langsung sadar dari ketidak sadaranku.
“Ah, ya! Aku segera dating!” Balasku cepat sambil menaiki tangga. Tiba-tiba, pintu Workshop Netral terbuka.
“Wah berisik sekali ya,” kata Nay dari dalam Workshop itu “Tapi, suara itu… Foster?”

***

Levin mengajak kami ke pinggir sambil komat-kamit menjelaskan.
“Sebelah kiri adalah Workshop milik kak Bartheno Evestony, dibentuknya tahun kemarin,” jelas Levin. Lalu, dia menunjuk ke kanan “Sebelah kanan adalah Workshop milik kak Elle Vienna. Sebelah sananya lagi, adalah Workshop milik kita.”
Lalu, kami berjalan ke kanan. “Lalu, di lantai tiga ada apa?” Tanya Duke sambil menunjuk ke atas.
“Ke atas, ada 3 Workshop lagi. Workshop ke kiri adalah Workshop milik Kivara, lalu sebelah kananya berturut-turut Workshop Kak Mandaly, dan Workshop kak Sherry” jelasnya dengan cepat “Di atasnya lagi, adalah atap. Kita bisa bersantai di sana lho.”
“Wah kamu hapal sekali ya,” kataku pelan “Padahal, kita kan sama-sama baru pertama kalinya kesini?”
“Ya! Kupikir kamu cocok menjadi seorang pemandu wisata,” kata Duke semangat.
“Aku sudah hapal, soalnya, ayahku sering mengirimkan surat tentang ini semua sewaktu aku masih kecil,” jawab Levin malu.
“Jangan-jangan ayahmu…” kataku pelan “Pak Rendo Valbelumona XI?” Levin mengangguk “Tepat sekali! Wah, kamu tahu ayahku ya?” kata Levin senang. Duke menyernyitkan dahi.
“Oh, Alchemist profesional itu…” Kata Duke “Si terkenal itu ya? Hmm…”
“Ehm, ya,” jawabku gugup “Aku pernah mendengarnya…”
“Kalau begitu, kita pergi ke Workshop milik ayahku?” ajak Levin sambil berjalan.
“Mungkin maksudmu, ‘mantan’ Workshop ayahmu,” canda Duke garing.
Kami tertawa pelan. Tapi, aku berpikir lagi. “ Jadi ternyata…” pikirku “Dia adalah anak dari alchemist yang telah membuat…”
Kami lalu memasuki Workshop tersebut.

***

Workshop milik Levin, ternyata cukup berantakan. Gorden tertutup rapat, sehingga tempat ini cukup gelap. Cairan aneh terlantar dimana-mana. Peralatan-peralatan setengah utuh. Bau menusuk beredar dimana-mana. Benarkah ini Workshop milik ayah Levin?
“Wueeek!!” teriak Duke sambil berbalik “Kok, sepertinya tak terurus begini?”
“Yah, soalnya, sudah dua tahun Workshop ini tak pernah di gunakan lagi,” kata Levin “Terakhir kali, Workshop ini bangkrut karena tak ada anggota yang mau mengikuti Workshop ini lagi karena kurang bagus bagi mereka.”
“Oh begitu…” katakue pelan “Eh, kalau begitu, anggota Workshop ini… hanya kita bertiga??”
Levin mengangguk. “Akh, sudah ah!” kata Duke nafsu “Ayo kita bereskan tempat ini dulu!”
Kami mengangguk. Tapi, kami ternyata kurang profesional soal membersihkan.
“Aaaah, dasar daging segar!” kata Duke marah “Ok, akan kujelaskan cara membersihkan yang benar! Pertama, bersihkan sesuatu dari atas dulu! Seperti atas rak dan lantai atas!”
“Me, mengerti,” kataku dan Levin bersamaan.
“Kedua, jangan terlalu banyak menggunakan air ketika mengelap sesuatu!” kata Duke keras.
“Ba, baik!” seru Levin. Aku menyernyitkan dahi.
“Hah? Rasanya cara ini pernah kudengar dimana gitu…” gumamku pelan.
“Hey, sedang apa kau!?” benak Duke padaku “Ayo, teknik terakhir, bersihkan sisanya dengan benar! Jangan sisakan kotoran sedikitpun!!”
Aku terkejut. “O, oke!” kataku dan Levin bersamaan sambil berusaha membersihkan seperti yang Duke suruh.
“Jangan-jangan ini berasal dari…?” dugaku pelan.
“………”
“………”
“………”
“………”
“………!”
Cling-cling, ruangan ini bersinar seperti gelas sekarang.
“Whew, kupikir kalau hanya bertiga, mustahil melakukannya…” kata Levin pelan.
“Kalau kuperhatikan, tempat ini bagus juga ya?” kataku sambil celingak-celinguk kesana-kemari.
“Makannya, percayalah padaku,” kata Duke senang “Sekarang, ayo kita harus mengatur letaknya ulang. Aku akan mengambil peralatan labnya dulu di gudang ruang guru, jadi tunggu sebentar ya.”
Lalu kemudian, Duke berlalu pergi. Kemudian, aku mendekati Levin.
“Levin, kita ke atas sebentar yuk,” ajakku “Kalau tadi aku lihat, ada TV kan?”
Levin terkejut “Wah benarkah?” kata Levin senang “Wah aku tak menyangka ayahku suka nonton TV!”
“Kau berlebihan…” kataku pelan.
Kami lalu menaiki tangga ke atas. Kami lalu duduk-duduk di atas.
“Levin, ada sesuatu yang ingin kutanyakan,” kataku sambil menoleh padanya. Levin menoleh.
“Soal apa?” tanyanya.
“Pertama-tama, aku ingin tanya sedikit tentang Peraturan Workshop…” kataku pelan “Bukannya satu Workshop syaratnya minimal punya 4 orang kan?”
“Oh soal itu,” kata Levin “Wah, kau benar-benar tipe Wisdom! Benar, minimal 4 orang tiap Workshop. Tapi, kakek memberiku kesempatan agar setidaknya mengumpulkan 3 saja!”
Aku terbelalak. “Lho? Memangnya kakekmu siapa?” tanyaku kaget.
“Wah memang aku tertutup sih ya…” kata Levin sambil tersenyum “Kakekku itu, ya kepala sekolah akademi ini!”
Hampir saja otakku meloncat keluar dari kepalaku. Mataku berputar beberapa kali. Overlap kelopak mata hampir 10 kali. “Benarkah!?” seruku kaget “Wah, keluargamu edan sekali…”
“Hahaha…” Levin tersenyum senang “Begitulah keluargaku.”
Aku terdiam sebentar. Berarti aku mesti hati-hati nih, sama anak ini!
“Tapi, jangan khawatir, Fo,” kata Levin lagi “Aku bukanlah anak yang merengek-rengek jika di jahili, jadi tenang sajalah.”
“Oh begitu,” kataku pelan “Lalu, kamu mau menceritakan ini pada Duke?”
Levin menghela nafas “Yaa tentu saja,” katanya sambil membalik “Kalian kan teman pertamaku lho…” lanjutnya sambil turun ke bawah karena Duke membuka pintu.
“Levin…?” panggilku pelan. Levin terus ke bawah menyambut Duke. Aku terdiam lagi. Teman pertama? Maksudmu, kamu tak pernah punya teman sebelumnya? Masa sih…”

***

Setelah beberapa jam setelah itu, kami telah mendekor ulang Workshop ini hingga tampak lebih indah di bandingkan sebelumnya.
“Wah, ini hebat Duke!” kata Levin kagum “Terima kasih banyak dengan bantuanmu!”
“Yah, lengkap dengan Panci ini dan juga tongkat pengaduknya,” kataku pelan sambil mengacungkan tongkat pengaduk besar. Lalu aku menoleh ke sampingnya “Ada komputer lagi!”
“Haho, itu adalah properti sekolah yang kutemukan di bak sampah!” kata Duke senang “Peralatan-peralatan ini untungnya utuh semua!”
Aku dan Levin memperhatikan peralatan lab itu “Duke, yakin kamu bukan mengambilnya dari Lab?” Tanya Levin bingung.
“Tau, seseorang memberinya padaku di belokan sana,” kata Duke “Nah, tugas kalian tinggal mencari buku-buku untuk membuat sesuatu kan?”
“Yep,” kata Levin senang “Eh tunggu, ada yang datang,” lanjutnya sambil membuka pintu. Ah, bu wakil kepala…
“Maaf mengganggu…” kata Bu Betty “Ah, kulihat kalian sudah ada tiga orang?”
“Ya, bu,” kata Levin senang lagi “Seperti kata kakek!”
“Kakek? Ah, aku mengerti…” kata bu Betty pelan “Hmm, karena kalian membuat Workshop baru, kalian memberi nama apa?”
Aku dan Duke saling pandang sambil tersenyum. “Workshop Valbelumona, bu!” teriak Duke sambil tersenyum lebar. Levin terkejut.
“Oh, baik,” kata bu Betty “Karena kalian membuat Workshop baru, kami selalu memberinya tes. Kalau berhasil, kalian akan diakui sebagai salah satu Workshop disini.”
Kami langsung lesu. “Ayolah anak muda!” kata bu Betty kesal “Ibu hanya meminta di buatkan sesuatu, hasil dari Workshop kalian ini! Tidak terlalu sulit kan?”
Kami mengangkat kepala kami. “Kami harus membuat apa, bu?” tanyaku pelan sambil mendekati Levin.
“Tunggu sebentar,” katanya sambil berusaha mengambil sesuatu dari balik mantelnya. Lalu, dia mengeluarkan suatu buku dari baliknya, dan memberikannya pada Levin “Nah, buatlah benda yang tertulis dalam buku ini. Kami akan memberi kalian kesempatan selama seminggu. Semoga berhasil. Permisi…” lanjutnya sambil berlalu. Kami mendekati Levin.
“Oooh! Resep baru!” teriakku senang “Aku akan coba membuatnya ah!”
“Kira-kira apa ya, yang bisa kita buat dengan ini?” Tanya Duke penasaran “Wah pakai bahasa inggris lagi…”
“Hmm, kita coba lihat dalamnya ya,” kata Levin sambil membawanya ke meja dekat panci.
“Hei Levin, aku bisa bahasa inggris kok,” kataku “Kesinikan.”
Aku lalu mengambil bukunya dari Levin dengan cepat. Lalu membacanya.
“Cara membuat Basic Potion yang mudah,” kataku “Hmm? Basic Potion?”
“Jelas mudah?” kata Duke santai.
“Masa? Kalau begitu kenapa kita di kasih waktu selama seminggu?” Tanya Levin bingung.
“Coba kita lihat,” kataku sambil membaca cepat “Peralatan yang dibutuhkan, pisau duri, 2 buah Tabung reaksi, dan sebuah pengaduk.”
“Hanya begitu?” Tanya Levin sambil mengambil barang yang di sebutkan tadi.
“Ehm, belum selesai,” kataku “Bahan-bahannya adalah Fiber Root, Normal Mushroom, dan Herb.”
“Apa itu?” sungut Duke murung “kita harus mencarinya dimana?”
“Mene-ketehe,” kataku sambil membaca lanjutannya “Oh, disini juga ada bahan alternatif lainnya.”
“Oh, apa itu?” kata Levin penasaran.
Aku diam sebentar sambil menyernyitkan dahi “Yang sebelah sini makin nggak jelas…” kataku pelan “Baiknya, kita pakai bahan ini sajalah…”
Kami semua menghela nafas bersama. “Nah kita harus mencarinya dimana?” Tanya Duke pelan. Tiba-tiba Levin teringat sesuatu. “Ah iya!” katanya semangat “Kalau tidak salah, ayah pernah bilang, tentang buku panduan bahan-bahan itu!”
Kami memandang Levin. “Ayahmu menulis yang begituan juga?” kataku kaget.
“Dasar terkenal…” kata Duke takjub.
Levin lalu segera memeriksa rak buku dengan cermat. Satu-persatu dia melihatnya dengan rinci. Tidak sampai satu menit dia mencari, bukunya sudah ada di tangannya.
“Ini dia!” kata Levin sambil meletakkan buku yang diselimuti oleh debu yang langsung beterbangan itu “Coba kita buka…”
Levin membukanya dengan hati-hati. Bukunya sudah kusam, banyak lembaran yang sudah lepas. Dan sepertinya, di sentuh sedikit, langsung berubah jadi debu. Begitu dibuka, debu-debu langsung terbang bebas ke angkasa. Dan memberi kenangan bersin pada kami.
“Hiee!” Teriak Duke kaget “Letakkannnya pelan-pelan saja dong!”
“Iya, maaf,” katanya sambil kembali membukanya. Isinya sebagian besar adalah catatan-catatan yang kurang penting bagi kami. Bagian pengetahuannya ada di bagian belakang.
“Eeeh, ini dia,” kata Levin sambil menunjuk lembaran itu. Kembali debunya beterbangan “Sepertinya kita harus berkeliling ke hutan-hutan ya?”
Kami menghela nafas bersama. “Ternyata tidak mudah…” keluh Duke.
“Yang bilang mudah kan hanya kamu!” kataku sebal “Lalu, ada catatan tentang habitatnya tidak?”
Levin mencari ke sana-sini. Menggelindingkan bola matanya ke atas kebawah, kekiri dan ke kanan. Lalu main serong.
“Nah ini,” kata Levin “Herb biasanya di temukan di bawah tanah. Butuh alat untuk mencarinya. Bisa ditemukan di kubah Bio. Kemudian Fiber Root, akar serabut. Sangat mudah di temukan. Kebanyakan terdapat di Hutan timur. Terakhir, Normal Mushroom ada di lapangan Everee, tempat kita biasa olahraga…”
“Hem, detail juga…” kataku “Hebat, boleh aku menjiplaknya?”
Levin menutup bukunya perlahan. “Boleh, hati-hati sobek ya?” kata Levin sambil menyerahkan bukunya perlahan-lahan. Aku meloncat kegirangan.
“Hmm, sudah sore nih,” kata Duke sambil melihat jamnya “Foster! Kita harus beres-beres kamar kita untuk besok lho?”
Aku langsung mundur dua langkah sambil menepuk dahi “Oh benar! Aku lupa!” seruku.
“Oh kalian ada urusan ya?” Tanya Levin “Kalau begitu kalian pergi saja, sisanya biar kuurus deh!”
Kami memandang Levin. “Benarkah tak apa?” tanyaku khawatir.
“Sudahlah,” kata Duke sambil menarikku “Percayalah sedikit pada teman. Nanti kamu tak punya teman lho?”
“Oh, ya sudah,” kataku sambil berjalan keluar “Kalau ada sesuatu, bilang saja ok?”
Levin mengangguk. Kami lalu berlalu keluar dari sana. Otomatis lampu disana menyala. Levin berdiri sendirian. Lalat-lalat mulai menyerobot masuk, mengelilingi Levin. Levin terdiam.
“Be, benarkah…” gumamnya pelan “Mereka… Apakah benar…?”
Levin berjalan ke jendela. Menatap matahari yang mulai terbenam. Dia terdiam sejenak sambil bergumam lagi.
“Ayah…” katanya pelan “Aku… akhirnya sudah dapat…”
Beberapa menit Levin memandang ke luar jendela. Lampu-lampu di sekitar akademi mulai dinyalakan. Siswa-siswa mulai menghilang. Bayangan kian memanjang. Hingga menyelimuti seluruh pulau. Levin tetap terdiam. Memandangi bulan yang muncul perlahan. Dia tersenyum. Air mata kebahagian kemudian turun melalui pipinya dengan kecepatan seekor siput. Bayangan kini menyelimutinya.

***

Hari itu, Kelas berakhir dengan biasanya. Kecuali, tentang Nay.
“Hey Foster,” kata Nay sambil mendekat padaku. Pusingku mulai mengunjugiku lagi.
“Ada apa?” tanyaku pelan.
“Soal Workshop kemarin, bagaimana?” Tanya Nay “Mau ikutan dengan Workshopku? Kemarin aku sudah membuat Workshop baru!”
“Be… begitu?” kataku gugup “Eee… Maksudku, bagus!”
“Hem, ya,” gumamnya “Walaupun, sepertinya Workshop baru memang harus dites ya.”
Aku melirikkan mataku padanya “Disuruh ngapain?” tanyaku.
“Buat barang,” katanya “Jadi tawaranku diterima enggak?”
Aku bimbang. Cemas, takut, dan rasa bersalah teraduk menjadi satu. Semuanya berdansa dengan sangat indah di kepalaku. Nay memandangku sebentar.
Nay mengangkat alisnya “Jangan-jangan, kamu sudah punya Workshop ya?” tanyanya langsung menembus badanku.
“Eh…” kataku pelan “Maaf, Nay…”
Nay diam saja. Dia lalu berbalik pergi. Entahlah seperti apa wajahnya saat itu.
“Apa aku salah ya?” pikirku pelan. Saat aku melihat ke depan, Levin melambaikan tangannya dari balik pintu. Aku langsung mendekatinya.
“Ada apa, Levin?” tanyaku sambil menghampirinya.
“Soal tes penerimaan itu lho,” kata Levin “Bagaimana cara kita mencari bahannya? Alatnya saja tak ada…”
Aku terdiam “Hem, benar juga sih…” kataku pelan “Bagaimana kalau kita pergi ke guru Naturologi? Kalau tak salah, namanya bu Milda. Benar?”
“Bu Milda?” kata Levin pelan “Aku ragu dia bakal memberikan jawabannya…”
“Hah? Kenapa tidak?” tanyaku heran.
“Yah, jangan yah,” kata Levin sambil geleng-geleng “Yang lain?”
Aku terdiam lagi. Kali ini berpikir “Mungkin ke pak Klapper, guru Ilmiah dan Persintetisan sekaligus, wali kelasku, bisa membantu!” kataku dengan penekanan di kata ‘wali kelas’.
Levin tersenyum manis “Bisa dicoba,” katanya senang. Kami lalu menyusuri lorong menuju ruang fakultas.
Di depan ruang pak Klapper, kami mengetuk pintunya. Pak Klapper menyuruh kami masuk beberapa saat setelah itu.
“Oh ada apa, Alvaero?” Tanya pak Klapper sambil tersenyum “Oh, dan satu lagi, Valbe.”
Kami mengangguk dulu sebentar. “Maaf, pak Klapper, ada yang ingin kami tanyakan…” kataku pelan.
“Oh? Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan?” Tanya pak Klapper.
“Begini, kami membuat Workshop baru, jadi ada tes untuk penerimaan itu,” jelasku pelan.
“Kami disuruh membuat sebuah benda,” lanjut Levin “Tapi, kami tak punya alat untuk mencari sesuatu.”
“Oh, jadi kalian ingin bertanya, bagaimana cara kalian mencari bahan-bahannya sendiri ya?” kata pak Klapper. Kami mengangguk pelan.
“Ah, kalian adalah kelompok kedua yang datang kesini,” katanya pelan “Kalau begitu, bapak akan berikan beberapa bahan saja.”
Kami bersorak. “Apa itu pak?” tanyaku penasaran. Pak Klapper berbalik. Menuju ke lemari yang berantakan. Beberapa saat kemudian pak Klapper memberi kami sebuah jamur dan sebuah sekop.
“Hah?” kataku pelan “Darimana bapak tahu kami akan membuat sebuah Potion?”
Pak Klapper tersenyum “Tentu bapak tahu!” katanya “Soalnya, sewaktu bapak masih disini, bapak juga membuat Workshop sendiri. Bersama dengan Rendo!”
Kami terkejut. “Ayah!?” seru Levin kaget “Bapak berbagi Workshop dengan… ayah?”
“Benar!” serunya “Kamu kan adalah anaknya. Tentu saja dia mewariskan Workshopnya kepadamu.”
“Oh, jadi karena itu, bapak tahu banyak,” kataku pelan.
“Ya, sekarang, cepatlah, buat kembali Workshop kalian dengan maju!” kata Pak Klapper senang.
Kami lalu berjalan keluar “Terima kasih, pak Klapper!” kata kami bersamaan “Permisi!”
Pintu pun tertutup rapat. Kami langsung berlari menuju ke Workshop kami. Pak Klapper tersenyum melihat kami.
“Dia benar-benar anakmu ya…” katanya “Sherry…”

***

Duke sudah berdiri dengan menyilangkan tangannya dengan muka membara.
“Kalian terlambat 14 menit!” seru Duke marah “Kemana saja kalian?”
“Kami baru saja mencari cara untuk mencari bahan-bahannya dengan alat!” balasku “Kamu sendiri, masa berdiri begini sejak tadi?”
“Oh? Baguslah kalau begitu!” kata Duke senang “Ya sudah, ayo kita ke hutan timur sambil membawa sekop itu!” lanjutnya sambil menarik kami keluar.
“He, hei tunggu!” kataku keras “Simpan jamur ini dulu!”

***

Kami berjalan terus menuju ke hutan selatan. Untungnya hari tak terlalu gelap. Kami mulai menyusuri hutan itu.
“Nah, lalu?” kataku pelan “Cari bagaimana?”
“Kamu kan bawa sekop?” Tanya Duke “Menurut guruku, carilah tempat yang ada simbol lobak. Disitulah kita dapat menggali sayuran dengan sekop.”
“Begitu?” kata Levin pelan “Guruku belum ngomong apa-apa sih.”
“Nah, lalu kira-kira,” kataku “Dimana adanya simbol itu ya?”
“Sudah, berpencar saja…” kata Levin “Eh, tunggu, disana itu… apa ya?”
Kami menoleh ke tempat Levin menunjukkan telunjuknya. Gambar lobak tergambar di sebuah papan. Dan dibawahnya, tanah gembur yang siap di gali!
“Oh bagus!” kataku pelan “Ini sih, terlalu mudah…”
“Peduli amat deh,” kata Duke sambil mengambil sekopnya dari tangan Levin. Langsung berlari kesana.
Beberapa jam kemudian, kami lelah karena selama kami menggali, rupanya tak ada satu pun sesuatu yang keluar.
“Wah salah aku tidak menanyakan soal cara mencarinya,” kataku sambil mengelap keringatku “Bagaimana ini?”
“Te, teruskan?” kata Levin pelan “Istirahat dulu plis…”
“Hey berhentilah bertingkah seperti anak kecil!” seru Duke sambil berdiri “Ayo! Gali lagi! Lagi!”
“Ayolah Duke, capeklah sedikit…” kataku pelan.
“Mana bisa capek dipaksa!” seru Levin kaget. Tiba-tiba, terdengar suara dari semak-semak.
“Hei, ada seseorang disitu?” Tanya Duke keras. Tiba-tiba bunyi itu terhenti.
Aku dan Levin saling pandang. Semoga yang muncul itu bukan hantu!
Tapi, yang muncul adalah sosok perempuan! Rambutnya panjang acak-acakan, dan lagi, berwarna biru!
“Gyaaaaaaaaa!!” teriak aku dan Levin bersamaan. Berusaha pergi dari tempat itu. Namun, Duke menarik kami.
“Oi, tunggu, penakut!” serunya “Perhatikan dulu dengan cermat! Barulah lari!”
Kami berhenti panik. Kami menoleh padanya. Tunggu… dia kan manusia!
“Maaf, sepertinya aku mengagetkan kalian ya?” Tanya perempuan itu sambil menggaruk kepalanya. Cantik sekali!!
“Kau… Siapa?” tanyaku setelah kami menyadari bahwa dia manusia. Asli.
“Aku Stella Cyrus Tamara,” jawabnya sambil keluar dari semak-semak “Aku masih kelas satu kok…”
“Ho, kalau begitu sama dengan kami!” kata Duke senang “Levin?”
Levin terkejut “Kenapa aku?” tanyanya “Ada ap…”
“Ajak dia menjadi anggota Workshop kita!” bisik Duke pelan “Ayo! Kesempatan seperti ini tak akan datang dua kali!”
Aku tersenyum garing sambil mengerutkan kening. Dia lalu berjalan ke arah kami.
“Kalian sepertinya sedang kesulitan ya?” tanyanya mulus “Ada yang bisa kubantu?”
Aku mendekatinya “Ah, anu, Stella…” kataku malu.
“Oh bukan, bukan,” katanya sambil menghentikanku “Panggil aku Cyrus saja. Stella itu… rasanya aneh…”
“Oh, baik, Cyrus,” lanjutku kemudian “Sebenarnya, kami kesulitan… em cara mencari lahan lobak dimana ya?”
Levin dan Duke langsung cekikikan sendiri. Aku mengerutkan kening. Salah ya? Pikirku.
Cyrus tersenyum “Tak heran kalian salah,” katanya “Seharusnya sebelah sana lho…” lanjutnya sambil menunjuk ke lahan kosong di sebelahnya. “Sebenarnya yang ini juga merupakan lahan juga. Cuma, sejak kemarin, lahan ini sudah kosong.”
Kami terpaku selama beberapa detik. Kami kemudian dengan sendirinya berjalan menuju lahan itu dengan menunduk. Tiba-tiba, Cyrus memanggil kami.
“Eh anu…” panggilnya pelan. Kami menoleh.
“Ada apa?” Tanya Levin sambil berbalik.
“Be, begini,” kata Cyrus gugup “Sebenarnya… Apa kalian sudah mempunyai… Workshop?”
Eaaaa!! Teriakku dalam hati. Tanpa di ajak, mangsa pun dating sendiri. Padahal, tadinya kami mau memaksa dia ikut dengan kami. Atau, jangan-jangan dia menawari kami agar masuk ke Workshop miliknya?
“Sudah,” kata Levin tegas “Maaf, kami tak bisa ikut Workshop milikmu…”
“Oh begitu…” katanya pelan “Wah maaf sudah mengajak kalian yang tidak-tidak.” Katanya lagi. Kali ini, dia langsung menghilang memasuki hutan. Kami bergidik.
“Sebenarnya, dia siapa sih?” tanyaku heran. Yang lain menggeleng.
Kami lalu menggali dengan bersemangat hingga jarum panjang mengingatkan kami bahwa jam sudah menunjukkan pukul 6 sore dan untungnya, kami sudah menemukan semua bahan yang kami butuhkan!
“Phew, akhirnya selesai,” kataku sambil berjalan menuju ke asrama laki-laki.
“Ya, aku belum shalat deh…” kata Duke pelan.
“Kita bisa melakukannya bersama-sama,” kata Levin “Sekarang, kita harus meletakkan barang-barang ini dulu ke Workshop.”
Kami lalu segera berlari menuju Workshop. Tanpa sadar, seseorang mengintai kami sejak tadi. Sejak saat itulah, kami mulai dimata-matai oleh Seseorang!

***

Satu minggu sudah berlalu. Hari ini adalah hari pengecekan. Subuh-subuh, kami bertiga sudah berdiri di depan panci alkemi. Bahan-bahan sudah tersedia di meja. Aku membacakan cara membuatnya.
“Ok, setelah menjadi lembek, potong menjadi 10 bagian. Biarkan hingga mendingin, lalu…” perintahku sambil membaca bukunya dengan cermat. Levin dan Duke bekerja dengan sekerasnya.
“Phew, apa segini cukup?” Tanya Levin sambil mengeluarkan cairan yang diperas dari Fiber Root.
“Oh, kasih saja sedikit air agar dinginnya lebih,” kataku “Duke, coba berikan bumbu Herbnya ke atas jamurnya. Sedikit-sedikit ya.”
Duke mengacungkan jempolnya. Lalu kemudian mengambil serbuknya dari atas meja. Kami mengerjakannya dengan cepat. Karena, 5 menit lagi, bu Betty pasti dating.
Kami lalu memasukkan semuanya ke dalam panci. Lalu kami semua berdiri di depannya.
“Nah, sekarang tinggal tunggu sekitar2 menit hingga cairannyacukup kental agar dapat diambil, lalu di masukkan kedalam botol,” kataku.
“Wah untung ada kamu ya,” kata Levin senang “Kalau tak ada, aku tak tahu bagaimana masa depan Workshop ini.”
“Bahkan aku sendiri pun tak bisa melakukan ini,” kata Duke “Wah staminaku hampir habis nih.”
“Ah sudah kuduga bakal begini,” kataku sambil berbalik ke meja peralatan “Oh iya, tadi aku sempat membuat ini.”
“Apa itu?” Tanya Duke. Aku lalu memberikan kedua tabung reaksi berisi cairan hasil percobaanku kemarin. Tanpa ada guide book!”
“Pembangkit stamina! Cobalah ok?” kataku sambil tersenyum. Tiba-tiba saja, pintu diketuk. Aku menghampirinya. Sementara, Duke dan Levin merasa bakal ada sesuatu yang buruk bakal terjadi. Mereka pun meminum cairan itu.
“Oh, bu Betty!” kataku “Tepat sekali!”
“Selamat siang,” katanya “Jadi, bagaimana dengan tes yang ibu berikan?”
“Oh, sudah jadi,” kataku “Silakan masuk… lho?”
Aku kaget melihat Duke dan Levin yang pingsan. “Ah mungkin mereka kelelahan, sini, biar saya saja yang memperlihatkannya.”
Aku lalu membawa bu Betty ke depan panci. Aku lalu membawa sebuah botol, lalu mengambil air dalam panci itu, lalu kemudian menyerahkannya pada bu Betty. Bu Betty langsung meminumnya. Aku memainkan jariku dengan cepat. Jantungku berdegup dengan sangat kencang. Apakah enak tidak ya?”
“Hmm?” katanya pelan “Ah, lumayan… baiklah, Workshop ini diterima!”
Aku langsung bersorak bahagia. Duke dan Levin langsung terbangun dari pingsannya.
“Eeekh? Berhasil?” kata Levin tak percaya “Yaaay!!”
“Bagus kawan-kawan!” kata Duke senang “Kita dapat menggunakan ini sepuasnya!”
“Oh baiklah kalau begitu,” kata bu Betty sambil melangkah keluar “Aku akan melapor pada pak kepala soal ini. Silakan nikmati Workshop ini. Jagalah kebersihannya. Selamat tinggal.” Lanjutnya sambil keluar dari sana.
Kami lalu bersorak lagi.

***

Di luar, sebelum turun tangga, bu Betty bertemu dengan seseorang.
“Nah bagaimana?” kata bu Betty “Sudah kubilang, itu cukup mudah untuk mereka…”
“Tak apa,” kata orang itu “Aku memang berharap agar Workshop itu berhasil lulus.”
“Ya aku mengerti,” kata bu Betty “Karena itu kan, kamu merekomendasikan agar ibu memberi mereka tugas dengan membuat benda termudah. Benar?”
“Ibu berlebihan!” kata orang itu “Saya hanya melakukan, yang mestinya dulu kulakukan…”

***

Di dalam Workshop, kami berpesta. Menggulingkan segala macam benda. Untungnya, Levin cukup cekatan untuk menangkap mereka semua.
“Oh iya, ngomong-ngomong,” kataku pelan “Aku buat obat baru loh! Mau mencobanya?”
Duke dan Levin langsung membatu. “Oh lihat!” kata Levin sambil melihat jamnya “Sudah siang! Aku harus segera menemui kakek untuk laporan siang! Jadi permisi!” katanya sambil pergi dari situ.
“Oh yeah! Aku juga!” kata Duke sambil melesat pergi “Aku ada janji untuk ke pantai Sunset bersama teman sekelasku. Jadi Dadah!” lanjutnya sambil membanting pintu dengan keras. Aku hanya menyernyitkan alisku.
“Kenapa mereka?” kataku pelan. Lalu kemudian, aku mencoba membuat sesuatu lagi.
Sementara itu, Levin dan Duke berjalan sebentar keluar.
“padahal, Foster itu kan orangnya baik,” kata Levin.
“Kenapa, buatannya rasanya busuk begitu ya…?” lanjut Duke sambil muntah-muntah.
Setelah itu, kami sekarang menggunakan Workshop itu hingga kami lulus. Walaupun, sepertinya, tes di Workshop kami lebih mudah di bandingkan tes di Workshop lainnya. Tapi, kini, kami sudah mempunyai Workshop sendiri. Duke, Levin, dan aku. Kuharap, kami bisa tetap bersama selamanya…

***
To Be Continued…

Jumat, Agustus 14, 2009

Otak

Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi jenius. Idealnya memang harus dipersiapkan sejak kecil dengan mengaktifkan fungsi otak untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang menunjang proses pembelajaran. Bagi kita yang telah memasuki usia remaja juga dapat memberdayakan otak secara optimal, untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu cara kerja otak tersebut.

Percayakah anda bahwa otak manusia lebih hebat dari komputer tercanggih pada saat ini. Pilih menu berikut untuk mengetahui lebih dalam tentang kekuatan otak kita.

Kekuatan Karakter Otak

Mengapa kita tidak menjadi pembelajar yang lebih baik padahal kita memiliki 200 miliar sel otak? (Ini sama banyaknya dengan jumlah bintang di sejumlah galaksi)

Mengapa kita tidak bias lebih baik dalam mengingat sesuatu hal padahal otak kita dapat menyimpan sekitar 100 miliar bit informasi ? (Ini ekuivalen dengan 500 ensiklopedia)


Mengapa kita tidak lebih baik dalam memahami sesuatu hal padahal otak kita mempunyai lebih dari 100 triliun kemungkinan koneksi/sambungan? (Ini akan menjadi computer yang paling canggih)


Mengapa kita tidak lebih kreatif padahal kita rata-rata melakukan 4000 pemikiran setiap 24 jam (Itu berarti Rp 400.000,-/hari apabila satu sen per pikiran)

Anda penasaran..?
Ingin tahu jawabannya..?



Jawabannya sederhana, kebanyakan dari kita mempunyai kebiasaan masuk ke dalam potongan kecil dari seluruh kemampuan otak kita. Menurut para ilmuwan di Sanford Research Institute kita hanya menggunakan 10 persen dari kemampuan otak kita. Dari 10 persen itu sebagian besar hanya mengoptimalkan belahan otak kiri. Nah, sekarang bisa kita bayangkan mengapa akhir-akhir ini banyak kita dapati orang menjadi stress, sibuk memikirkan pelajaran, pekerjaan atau masalah-masalah lain. Hal ini disebabkan karena mereka hanya mengoptimalkan sbagian kecil dari fungsi otak sedangkan bagian yang lainnya tidak dimanfaatkan (90 persen potensi kemampuan otak tetap tidak dikeluarkan).

1. Struktur Otak

Berdasarkan fungsinya otak terbagi beberapa bagian, berikut struktur otak beserta fungsinya.
- Otak Reptil
- Limbik/Mamalian
- Neocortex

Otak Reptil (Satpamnya Otak)


Sistem pengamanan otak kita , utamanya dikendalikan oleh system atau otak reptile kita. Otak reptil ini terletak di lapisan paling dalam dari sel otak kita. Ia bekerja secara instinctive otomatis. Pada situasi aman ia bekerja dengan cara normal, seperti biasanya kita. Sedangkan dalam situasi berbahaya atau mengancam ia bekerja dengan cepat dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk melawan bahaya atau melarikan diri menghindari bahaya.

Untuk keperluan belajar dan berpikir kreatif, mestinya otak reptile dikondisikan aman. Dalam kondisi aman, otak reptile mampu bekerja dengan baik dan mendukung bagian otak lain untuk belajar. Bahkan dalam kondisi aman ini, memungkinkan otak untuk lebih berani mengungkapkan ide-ide baru. Ide-ide baru yang mungkin belum pernah ditemukan orang, sehingga berkembanglah pemikiran-pemikiran kreatif. Sementara itu dalam situasi terancam otak reptile akan memberintak. Termasuk hal-hal yang mengancam otak reptile adalah takut pada guru, takut tidak lulus, cemas mendapatkan nilai jelek atau ketakutan lainnya.

Limbik/Mamalian (Manajernya Otak)


Sebuah luar dari lapisan otak reptile terdapat lapisan otak mamalia –lymbic system-lapisan tengah. Otak mamalia berfungsi mengendalikan emosi dan perasaan kita. Peran emosi dalam kehidupan dan dan belajar telah diteliti dengan baik oleh Daniel Goleman, yang dikenal dengan Emotional Intelligence atau EQ.Pada situasi yang membosankan dan jenuh, otak mamalia bekerja secara
negative. Misalkan pada siang yang panas, kita diminta untuk membuat suatu karangan di dalam kelas. Apa yang kita rasakan?

Mungkin malas, bosan atau jenuh. Sebaliknya apabila otak mamalia kita dibuat tergugah, termotivasi, terpancing dan bersemangat maka kita akan mampu menyelesaikan beragam persoalan dengan lebih baik. Untuk contoh di atas apabila diberikan alternative penyelesaian yang lebih menarik, misalkan siswa boleh membuat karangan di mana saja yang dianggap nyaman. Boleh di taman, di perpustakaan, dan lain-lain. Bila otak mamalia sudah mendukung hasil belajar akan lebih optimal.

Neocortex (Direkturnya Otak)


Lapisan sebelah luar dari otak mamalia adalah lapisan otak neocortex. Lapisan terluar yang hanya dimiliki oleh manusia tidak oleh mahluk lain. Keberadaan otak neocortex menjadi keistimewaan manusia. Dengan neocortex manusia mampu membaca dan menulis puisi, mampu melakukan perhitungan yang rumit, menyusun rumus-rumus dan sebagainya. Tak ada satupun binatang yang mampu melakukannya.

Satu hal penting yang harus digarisbawahi adalah otak neocortex dapat bekerja secara optimal jika didukung oleh dua lapisan otak yang lebih bawah yaitu mamalia dan reptile. Neocortex dapat berpikir secara kreatif jika emosinya senang, bersemangat, termotivasi dan instinknya merasa aman. Sebaliknya otak neocortex tidak dapat bekerja dengan baik jika otak mamalia bosan dan otak reptile terancam.

Belahan Otak Kiri dan Kanan


Keberbakatan, kepandaian dan kreatifitas ditentukan oleh struktur otak. Cerebaral cortex otak dibagi dalam dua belahan, belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere) yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum.
Belahan otak kanan menguasai dan mengatur belahan kiri badan, sedangkan belahan otak kiri menguasai dan mengatur belahan kanan badan.

Respon, tugas dan fungsi belahan otak kiri dan kanan berbeda dalam menghayati berbagai pengalaman belajar, sebagaimana seseorang mengalami realitas secara berbeda-beda dan unik. Belahan otak kiri terutama berfungsi untuk berpikir rasional, analitis, berurutan, linier, saintifik (seperti untuk belajar membaca, bahasa, aspek berhitung dari matematika). Jadi bagian otak ini yang digunakan untuk berpikir mengenai halhal yang bersifat matematis dan ilmiah. Kita dapat memfokuskan diri pada garis dan rumus, dengan mengabaikan kepelikan tentang warna dan irama.

Belahan otak kanan berfungsi untuk berpikir holistic, spasial, metaphoric dan lebih banyak menyerap konsep matematika, sintesis, mengetahui secara intuitif, elaborasi, dan variable serta dimensi humanistic mistik. Otak kanan ini mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiranlain yang memerlukankreativitas, orisinalitas, daya cipta, dan bakat artistic. Pemikiran otak kanan lebih santai, kurang terikat oleh parameter ilmiah dan matematis. Kita dapat melibatkan diri dengan segala rupa dan bentuk, warna-warni dan kelembutan, dan mengabaikan segala ukuran dan dimensi yang mengikat.

Seseorang yang semata-mata menggunakan salah satu sisi otak saja seringkali mengalami kesulitan menggunakan sisi otak yang lain secara bergantian. Karena itulah mereka yang terdidik untuk lebih dominant berpikir secara logis akan cenderung mengabaikan kemampuan kreativitasnya, sehingga akan mengalami keterbatasan kemampuan untuk berpikir di luar batas rasional yang telah diajarkan padanya. Ia akan menjadi seseorang yang berpikir dengan dimensi tunggal dan meyakini bahwa caranya tersebut adalah yang paling efektif.

Misalnya seseorang yang tidak pernah diajarkan untuk menggunakan pola piker yang logis dan rasional akan menjadi seorang pelukis dan desainer yang hebat, tetapi kurang terbiasa dengan gambar arsitektural yang memerlukan pemikiran logis dengan susunan dan perhitungan analitis.

Juga ditemukan fakta,bahwa salah satu sisi otak yang kurang dipergunakan tersebut diaktifkan, seringkali hasilnya akan menjadi jauh lebih efektif dibandingkan hanya salah satu bagian saja yang aktif. Ternyata, bila kedua sisi otak tersebut dapat bekerja secara bergantian sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi maka akan terjadi suatu sinergi yang memberikan hasil akhir yang lebih baik.
Pemberian beban yang sama kepada kedua dimensi pikiran ini, kita dapat berpikir lebih efektif dengan santai. Daripada hanya terbiasa dengan pola berpikir secara ilmiah atau imajinatif, tentu akan jauh lebih baik lagi bila kita mampu berpikir dengan kedua pola tersebut secara terpadu. Untuk memperoleh kemampuan tersebut, anda hanya perlu melatih pengembangan kekuatan otak anda seluruhnya, dan potensi tersebut terdapat pada diri setiap orang, termasuk ANDA!!!!!!!!!!!!

2. Mengoptimalkan Kerja Otak

A. Menghafal Cepat

Ada 6 tips kita dapat menghafal dengan cepat.

1. Indera


Keterampilan memperhatikan perlu kita pelajari, karena akan sulit mengingat sesuatu apabila kita tidak memperhatikan dari awal. Dengan menggunakan kombinasi penglihatan (mata), bunyi (telinga), gerak (tangan dan kaki), bau (hidung), dan rasa (lidah), akan menciptakan memori terkuat.

2. Buat Kesan


Untuk membuat sesuatu dapat diingat buat menjadi berkesan, buat kesan objek yang akan kita ingat secara imajinatif dan berlebih-lebihan.

3. Mainkan Emosi


Kesan yang bermuatan cinta, kebahagiaan, dan kesedihan mudah untuk diingat. Dengan menggunakan kesan dari perasaan hangat, perasaan yang membuat jantung kita berdegup kencang dan memancarkan kebahagiaan, akan membantu memori kita.

4. Asosiasi dan Imajinasi


Gunakan asosiasi dan imajinasi pribadi kita seperti anggota-anggota keluarga kita, rumah kita, kantor, teman-teman, peristiwa, dan hal-hal yang istimewa bagi kita.

5. Repitisi


Berkonsentrasilah secara penuh pada materi yang sedang dipelajari dan mengulangnya dengan cara yang berbeda dan kreatif seperti mengucapkannya keras-keras dan lebih baik bila dibuat peta pikiran.

6. Buat Password


Usahakan mengingat bagian pertama dan terakhir karena bagian tersebut paling mudah untuk diingat. Buat password untuk bagian-bagian tersebut dan jadikan keyword untuk mengingat bagian-bagian lain.

B. Memahami Bacaan dengan cepat

Langkah-langkah yang harus kita lakukan agar dapat memahami bacaan dengan cepat adalah sebagai berikut:

1. Bacalah hanya kata-kata yang penting seperti judul, sub judul, kata bercetak tebal, bergaris miring dan buat peta pikiran.

2. Renungkanlah apa yang telah diperoleh dari langkah pertama, hubungkan masing-masing sub judul dengan judul. Pikirkan dengan cara menerka-nerka apa yang kira-kira dibahas dalam judul. Dengan menerka-nerka berarti mengaktifkan fungsi kerja otak.

3. Baca kembali kata-kata penting satu kalimat pertama untuk setiap paragraph, karena biasanya ide utama setiap paragraph ada di kalimat utama yaitu kalimat pertama masing-masing paragraph, terutama untuk tulisan karya ilmiah.

4. Renungkan kembali apa yang telah kita peroleh. Biasanya kita telah memahami isi tulisan secara umum dan menyeluruh. Apabila muncul pertanyaan dalam tulisan yang sedang kit abaca untuk mengetahui lebih detil lagi, tebaklah jawaban-jawaban yang mungkin menurut kita. Benar atau salah tebakan kita bukan masalah yang jelas dengan menebak otak kita menjadi lebih aktif

5. Bacalah bagian bacaan yang menurut kita perlu atau menarik. Renungkan kembali apa yang telah kita peroleh. Ulangi langkah ini, lengkapi dengan membuat peta pikiran.

3. Penutup

Setelah membaca blog ini anda sudah memiliki pengetahuan tentang bagaimana otak kita bekerja dan bagaimana cara mengoptimalkan kerjanya. Sekarang anda dapat membaca dan berhitung lebih cepat dan efisien, memecahkan masalah dengan lebih mudah, dan meningkatkan memori apabila anda mau mengaplikasikannya.

"OTAK ANDA DAPAT BELAJAR SEJAK LAHIR SAMPAI AKHIR KIAMAT"


pustekkom © 2005

Selasa, Agustus 04, 2009

Orang Pintar

PERINGATAN!!
Sebelumnya, saya mau minta maaf soal artikel ini bagi mereka yang merasa pintar. Jadi, saya harap mending bagi mereka yang merasa pintar, jangan baca blog ini... Silakan, blok saja tulisan di bawah ini bagi yang ingin baca ^^
MOHON MAAF
Kita pasti mengenal apa artinya orang pintar. Ya, orang yang otaknya encer (Maksudnya tentu bukan berarti benar-benar cair). Hampir di setiap tempat yang kita tinggali, pasti orang pintar ada di sekitar situ. Benar tidak?
Seperti yang kita tahu, tentu mereka pintar dan selalu memimpin dalam suatu bidang. Namun, namanya juga manusia, pasti ada kekurangannya. Salah satunya adalah masalah sikap dan emosional mereka. Hampir semua orang yang pintar, jarang terlihat bergaul dengan orang yang otaknya (maaf) low (Kecuali teman sebangku atau teman sesama gender). Alasannya belum jelas (Maklum, aku juga bodoh).
Sebelumnya, mari kita cari tahu tentang apa sih bodoh dan pintar itu? Pertama, sebenarnya, di dunia ini tidak ada orang bodoh. Yang ada adalah orang yang malas, dan orang yang kurang bisa menyerap. Ada juga yang mudah menyerap, namun beberapa hari kemudian, materi yang diserap tersebut sudah kabur entah kemana. Ada juga tipe seperti ini di bagi dua lagi. Tipe yang mau berusaha, dan tipe ah, sudahlah...
Lalu berikutnya, adalah mereka yang pintar. Pintar juga punya banyak macam. Ada yang pintar sejak kecil, ada yang pintar setelah belajar dengan giat, ada juga mereka yang suka sehingga jadi tahu segalanya tentang yang mereka suka. Kebanyakan, seperti yang dikutip di atas, mereka kebanyakan kurang dalam sisi emosional dan hubungan terhadap orang-orang di bawah mereka (Walaupun kebanyakan cacat fisik).
Mengenai emosional ini, kira-kira hanya ada 4 orang yang emosionalnya akrab dari 10 orang. Mereka merasa (mungkin) berada di atas. Mereka senangnya bersama dengan orang-orang yang sama pintarnya. Sehingga, mereka cenderung selalu membentuk kelompok sendiri dan bertingkah berbeda pada yang lain saat itu juga. Contoh : Saat itu, Si A, si rangking ke tiga di kelas sedang bersenda gurau dan tertawa senang dengan si B, yang biasanya judes namun jago fisika. Mereka terlihat tertawa dengan senangnya. Nah, ada seseorang, si C, menegur si B dengan maksud ingin bertanya tentang sesuatu. Namun, apa yang dikatakan si B pada si C? "Apa?" serunya dengan muka super judes dengan alis berkerut dan mata memancarkan hawa judes. Si C bermaksud melanjutkan pertanyaannya. Namun, dengan judesnya, dia berbalik dengan menjawab pelan dengan nada mengolok dan langsung bersenda gurau lagi dengan si A. Bagaimana menurut kalian? Pernahkah kalian di perbuat seperti itu?
Biasanya, mereka yang begitu selalu membuat orang-orang bawah (Seperti saya) sakit hati. Namun, apa mau di kata? Perang dengan mereka hanya membuat persahabatan semakin buruk. Lalu apa dong yang mesti kita perbuat?
Satu-satunya jalan keluar yang hanya bisa saya pikirkan, yaitu membuang jauh-jauh sesuatu tentang mereka, dan berusaha agar jangan terlalu sering dekat dengan mereka kecuali saat-saat tertentu. Tapi, kontrol juga emosional kita. Misal, kita jangan memasang muka berkerut saat memandang mereka. Bisa-bisa mereka jadi benci sama kita. Jadi tampakanlah muka super polos dan jangan perlihatkan sikap sebal kita pada mereka. Bersikaplah seperti biasa, dan jangan berlebihan.
Hanya saja, jika sedang sekelas ataupun sekost, memang sulit menghindari mereka. Tiap hari kita pasti melihat mereka benar?
Tapi, (ada tapinya lho) mereka yang pintar, ada juga yang pintar, tapi baik hatinya. Mereka akrab dengan golongan atas, maupun yang bawah. Mereka dengan senangnya, tersenyum dengan orang bawah (Dalamnya nggak tahulah...). Kesimpulannya, sama seperti manusia. Ada yang baik, ada juga yang buruk. ingatlah lagu ini "Orang pintar juga manusia. Punya mata punya hati. Jangan samakan dengan Pisau berbintik". Mungkin, pasti kita akan senang dengan orang seperti itu. Dan pastinya, aman di akherat sana kan?
Yah cukup sudah curhatku (haha) mohon maaf bagi mereka yang merasa pintar melihat ini, lalu segera mengangkat monitornya, dan melemparnya jauh-jauh (Hohoho).
MOHON MAAF SEBESAR-BESARNYA!!

Senin, Agustus 03, 2009

Sosok di Planet Mars


Apakah Planet Mars begitu sunyi tanpa kehidupan sama sekali? Perdebatan tentang hal tersebut semakin menghangat kembali saat foto sosok alien di permukaan Planet Mars beredar di internet.Di dalam foto tersebut tampak sosok yang mirip dengan manusia tengah duduk di atas pinggiran batu. Foto yang dirilis NASA itu direkam wahana penjelajah Spirit tak lama setelah sukses mendarat di permukaan Mars. Spirit adalah salah satu dari wahana kembar milik NASA yang masih aktif menyusuri permukaan Planet Mars.


Munculnya foto tersebut langsung mendapat banyak tanggapan dan memicu berbagai spekulasi melalui posting blog dan forum di Internet. Sebagian blogger menilai sosok tersebut hanya trik kamera, sedangkan lainnya tetap yakin sebagai bukti keberadaan alien.
Ada yang menilai bentuknya mirip kurcaci, ada pula yang yakin sebagai sosok Bunda Maria. Orang-orang yang percaya makhluk misterius berpendapat itu adalah sosok Bigfoot, makhluk gunung berjalan tegak dan berbulu lebat yang memicu banyak legenda di berbagai belahan dunia.
Namun, rata-rata banyak yang sepakat bahwa bentuknya mirip sekali dengan patung Little Mermaid, karakter Putri Duyung yang ada di ibukota Denmark, Kopenhagen. “Mungkin dibuat peradaban alien yang kemudian meninggalkan Mars dan tinggal di Denmark,” tulis salah satu komentar di Internet.
Namun, pendapat yang ditulis di Badastromy.com memberikan tanggapan dari persepektif lain. “Seorang manusia? Ia hanyalah batu berukuran kecil yang tingginya beberapa inci. Jaraknya hanya beberapa kaki dari wahana penjelajah tersebut.”
Terlepas dari perdebatan tersebut, NASA mungkin tidak menganggap ada sesuatu yang aneh dalam foto ini. Manusia tidak mungkin hidup di permukaan Mars dengan kondisi saat ini, kecuali organisme renik yang tahan terhadap lingkungan yang ekstrim. Meskipun demikian, bukti-bukti kehidupan di Mars masih terus dicari.
From : misteridunia.wordpress.com

Minggu, Agustus 02, 2009

Apa itu Astronomi??

Astronomi, yang secara etimologi berarti "ilmu bintang" (dari Yunani: άστρο, + νόμος), adalah ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar Bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka.
Selama sebagian abad ke-20, astronomi dianggap terpilah menjadi astrometri, mekanika langit, dan astrofisika. Status tinggi sekarang yang dimiliki astrofisika bisa tercermin dalam nama jurusan universitas dan institut yang dilibatkan di penelitian astronomis: yang paling tua adalah tanpa kecuali bagian 'Astronomi' dan institut, yang paling baru cenderung memasukkan astrofisika di nama mereka, kadang-kadang mengeluarkan kata astronomi, untuk menekankan sifat penelitiannya. Selanjutnya, penelitian astrofisika, secara khususnya astrofisika teoretis, bisa dilakukan oleh orang yang berlatar belakang ilmu fisika atau matematika daripada astronomi.

Astronomi Bulan: kawah besar ini adalah Daedalus, yang dipotret kru Apollo 11 selagi mereka mengedari Bulan pada 1969. Ditemukan di tengah sisi gelap bulan Bumi, garis tengahnya sekitar 93 km.





Astronomi adalah salah satu di antara sedikit ilmu pengetahuan di mana amatir masih memainkan peran aktif, khususnya dalam hal penemuan dan pengamatan fenomena sementara. Astronomi jangan dikelirukan dengan astrologi, ilmusemu yang mengasumsikan bahwa takdir manusia dapat dikaitkan dengan letak benda-benda astronomis di langit. Meskipun memiliki asal-muasal yang sama, kedua bidang ini sangat berbeda; astronomi menggunakan metode ilmiah, sedangkan astrolog tidak.


Cabang-cabang astronomi

Astronomy dipisahkan ke dalam cabang. Perbedaan pertama di antara 'teoretis dan observational' astronomi. Pengamat menggunakan berbagai jenis alat untuk mendapatkan data tentang gejala, data yang kemudian dipergunakan oleh teoretikus untuk 'membuat' teori dan model, menerangkan pengamatan dan memperkirakan yang baru.
Bidang yang dipelajari juga dikategorikan menjadi dua cara yang berbeda: dengan 'subyek', biasanya menurut daerah angkasa (misalnya Astronomi Galaksi) atau 'masalah' (seperti pembentukan bintang atau kosmologi); atau dari cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (pada hakekatnya, daerah di mana spektrum elektromagnetik dipakai). Pembagian pertama bisa diterapkan kepada baik pengamat maupun teoretikus, tetapi pembagian kedua ini hanya berlaku bagi pengamat (dengan tak sempurna), selama teoretikus mencoba menggunakan informasi yang ada, di semua panjang gelombang, dan pengamat sering mengamati di lebih dari satu daerah spektrum.

Berdasarkan subyek atau masalah

Astronomi Planet, atau Ilmu Pengetahuan Planet: setan debu Mars. Dipotret oleh NASA Global Surveyor di orbit Mars, coret gelap yang panjang terbentuk oleh gerakan gumpalan atmosfer Mars yang berputar-putar (dengan kesamaan ke angin tornado darat). Setan debu (tempat hitam) mendaki tembok kawah. Coret di setengah tangan benar gambar adalah bukit pasir di lantai kawah.
Astrometri: penelitian posisi benda di langit dan perubahan posisi mereka. Mendefinisikan sistem koordinat yang dipakai dan kinematika dari benda-benda di galaksi kita.
Kosmologi: penelitian alam semesta sebagai seluruh dan evolusinya.
Fisika galaksi: penelitian struktur dan bagian galaksi kita dan galaksi lain.
Astronomi ekstragalaksi: penelitian benda (sebagian besar galaksi) di luar galaksi kita.
Pembentukan galaksi dan evolusi: penelitian pembentukan galaksi, dan evolusi mereka.
Ilmu planet: penelitian planet dan tata surya.
Fisika bintang: penelitian struktur bintang.
Evolusi bintang: penelitian evolusi bintang dari pembentukan mereka sampai akhir mereka sebagai bintang sisa.
Pembentukan bintang: penelitian kondisi dan proses yang menyebabkan pembentukan bintang di dalam awan gas, dan proses pembentukan itu sendiri.
Juga, ada disiplin lain yang mungkin dipertimbangkan sebagian astronomi:
Arkheoastronomi
Astrobiologi
Astrokimia


Cara-cara mendapatkan informasi

Dalam astronomi, informasi sebagian besar didapat dari deteksi dan analisis radiasi elektromagnetik, foton, tetapi informasi juga dibawa oleh sinar kosmik, neutrino, dan, dalam waktu dekat, gelombang gravitasional (lihat LIGO dan LISA). Pembagian astronomi secara tradisional dibuat berdasarkan rentang daerah spektrum elektromagnetik yang diamati:
Astronomi optikal menunjuk kepada teknik yang dipakai untuk mengetahui dan menganalisa cahaya pada daerah sekitar panjang gelombang yang bisa dideteksi oleh mata (sekitar 400 - 800 nm). Alat yang paling biasa dipakai adalah teleskop, dengan CCD dan spektrograf.
Astronomi inframerah mengenai deteksi radiasi infra merah (panjang gelombangnya lebih panjang daripada cahaya merah). Alat yang digunakan hampir sama dengan astronomi optik dilengkapi peralatan untuk mendeteksi foton infra merah. Teleskop Ruang Angkasa digunakan untuk mengatasi gangguan pengamatan yang berasal dari atmosfer.
Astronomi radio memakai alat yang betul-betul berbeda untuk mendeteksi radiasi dengan panjang gelombang mm sampai cm. Penerimanya mirip dengan yang dipakai dalam pengiriman siaran radio (yang memakai radiasi dari panjang gelombang itu).
Astronomi energi tinggi


Astronomi Ekstragalaktik: lensa gravitasi. Gambar dari Teleskop Ruang Angkasa Hubble ini menunjukkan beberapa obyek yang terbentuk dengan putaran yang biru yang sebetulnya adalah beberapa tampilan dari galaksi yang sama. Mereka sudah digandakan oleh efek lensa gravitasi kelompok galaksi yang berwarna kuning, bulat panjang dan spiral di dekat pusat foto. Pelensaan gravitasi dihasilkan oleh bidang gravitasi kelompok yang luar biasa masif sehingga mampu melengkungkan cahaya. Beberapa akibatnya adalah memperbesar ukuran obyek yang dilensakan, menjadikan terang dan mengubah tampilan benda yang lebih jauh.
Astronomi optik dan radio bisa dilakukan di observatorium landas bumi, karena atmosfer transparan pada panjang gelombang itu. Cahaya infra merah benar-benar diserap oleh uap air, sehingga observatorium infra merah terpaksa ditempatkan di tempat kering yang tinggi atau di angkasa.
Atmosfer kedap pada panjang gelombang astronomi sinar-X, astronomi sinar-gamma, astronomi ultra violet dan, kecuali sedikit "jendela" dari panjang gelombang, astronomi infra merah jauh, oleh sebab itu pengamatan bisa dilakukan hanya dari balon atau observatorium luar angkasa.

Sejarah Singkat

Pada bagian awal sejarahnya, astronomi memerlukan hanya pengamatan dan ramalan gerakan benda di langit yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Rigveda menunjuk kepada ke-27 rasi bintang yang dihubungkan dengan gerakan matahari dan juga ke-12 Zodiak pembagian langit. Yunani kuno membuatkan sumbangan penting sampai astronomi, di antara mereka definisi dari sistem magnitudo. Alkitab berisi sejumlah pernyataan atas posisi tanah di alam semesta dan sifat bintang dan planet, kebanyakan di antaranya puitis daripada harfiah; melihat Kosmologi Biblikal. Pada tahun 500 M, Aryabhata memberikan sistem matematis yang mengambil tanah untuk berputar atas porosnya dan mempertimbangkan gerakan planet dengan rasa hormat ke matahari.
Penelitian astronomi hampir berhenti selama abad pertengahan, kecuali penelitian astronom Arab. Pada akhir abad ke-9 astronom Muslim al-Farghani (Abu'l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani) menulis secara ekstensif tentang gerakan benda langit. Karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di abad ke-12. Pada akhir abad ke-10, observatorium yang sangat besar dibangun di dekat Teheran, Iran, oleh astronom al-Khujandi yang mengamati rentetan transit garis bujur Matahari, yang membolehkannya untuk menghitung sudut miring dari gerhana. Di Parsi, Umar Khayyām (Ghiyath al-Din Abu'l-Fath Umar ibn Ibrahim al-Nisaburi al-Khayyami) menyusun banyak tabel astronomis dan melakukan reformasi kalender yang lebih tepat daripada Kalender Julian dan mirip dengan Kalender Gregorian. Selama Renaisans Copernicus mengusulkan model heliosentris dari Tata Surya. Kerjanya dipertahankan, dikembangkan, dan diperbaiki oleh Galileo Galilei dan Johannes Kepler. Kepler adalah yang pertama untuk memikirkan sistem yang menggambarkan dengan benar detail gerakan planet dengan Matahari di pusat. Tetapi, Kepler tidak mengerti sebab di belakang hukum yang ia tulis. Hal itu kemudian diwariskan kepada Isaac Newton yang akhirnya dengan penemuan dinamika langit dan hukum gravitasinya dapat menerangkan gerakan planet.
Bintang adalah benda yang sangat jauh. Dengan munculnya spektroskop terbukti bahwa mereka mirip matahari kita sendiri, tetapi dengan berbagai temperatur, massa dan ukuran. Keberadaan galaksi kita, Bima Sakti, dan beberapa kelompok bintang terpisah hanya terbukti pada abad ke-20, serta keberadaan galaksi "eksternal", dan segera sesudahnya, perluasan Jagad Raya dilihat di resesi kebanyakan galaksi dari kita.
Kosmologi membuat kemajuan sangat besar selama abad ke-20, dengan model Ledakan Dahsyat yang didukung oleh pengamatan astronomi dan eksperimen fisika, seperti radiasi kosmik gelombang mikro latar belakang, Hukum Hubble dan Elemen Kosmologikal.

Astronomi di Indonesia

Masyarakat tradisional

Seperti kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah sejak lama menaruh perhatian pada langit. Keterbatasan pengetahuan membuat kebanyakan pengamatan dilakukan untuk keperluan astrologi. Pada tingkatan praktis, pengamatan langit digunakan dalam pertanian dan pelayaran. Dalam masyarakat Jawa misalnya dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim berdasarkan gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata letak bintang di langit.
Nama-nama asli daerah untuk penyebutan obyek-obyek astronomi juga memperkuat fakta bahwa pengamatan langit telah dilakukan oleh masyarakat tradisional sejak lama. Lintang Waluku adalah sebutan masyarakat Jawa tradisional untuk menyebut tiga bintang dalam sabuk Orion dan digunakan sebagai pertanda dimulainya masa tanam. Gubuk Penceng adalah nama lain untuk rasi Salib Selatan dan digunakan oleh para nelayan Jawa tradisional dalam menentukan arah selatan. Joko Belek adalah sebutan untuk Planet Mars, sementara lintang kemukus adalah sebutan untuk komet. Sebuah bentangan nebula raksasa dengan fitur gelap di tengahnya disebut sebagai Bimasakti.

Masa modern

Pelaut-pelaut Belanda pertama yang mencapai Indonesia pada akhir abad-16 dan awal abad-17 adalah juga astronom-astronom ulung, seperti Pieter Dirkszoon Keyser dan Frederick de Houtman. Lebih 150 tahun kemudian setelah era penjelajahan tersebut, misionaris Belanda kelahiran Jerman yang menaruh perhatian pada bidang astronomi, Johan Maurits Mohr, mendirikan observatorium pertamanya di Batavia pada 1765. James Cook, seorang penjelajah Inggris, dan Louis Antoine de Bougainville, seorang penjelajah Perancis, bahkan pernah mengunjungi Mohr di observatoriumnya untuk mengamati transit Planet Venus pada 1769[1].
Ilmu astronomi modern makin berkembang setelah pata tahun 1928, atas kebaikan Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang pengusaha perkebunan teh di daerah Malabar, dipasang beberapa teleskop besar di Lembang, Jawa Barat, yang menjadi cikal bakal Observatorium Bosscha, sebagaimana dikenal pada masa kini.
Penelitian astronomi yang dilakukan pada masa kolonial diarahkan pada pengamatan bintang ganda visual dan survei langit di belahan selatan ekuator bumi, karena pada masa tersebut belum banyak observatorium untuk pengamatan daerah selatan ekuator.
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, bukan berarti penelitian astronomi terhenti, karena penelitian astronomi masih dilakukan dan mulai adanya rintisan astronom pribumi. Untuk membuka jalan kemajuan astronomi di Indonesia, pada tahun 1959, secara resmi dibuka Pendidikan Astronomi di Institut Teknologi Bandung.
Pendidikan Astronomi di Indonesia secara formal dilakukan di Departemen Astronomi, Institut Teknologi Bandung. Departemen Astronomi berada dalam lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan secara langsung terkait dengan penelitian dan pengamatan di Observatorium Bosscha.
Lembaga negara yang terlibat secara aktif dalam perkembangan astronomi di Indonesia adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Selain pendidikan formal, terdapat wadah informal penggemar astronomi, seperti Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, serta tersedianya planetarium di Taman Ismail Marzuki, Jakarta yang selalu ramai dipadati pengunjung.
Perkembangan astronomi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat, dan mendapat pengakuan di tingkat Internasional, seiring dengan semakin banyaknya pakar astronomi asal Indonesia yang terlibat dalam kegiatan astronomi di seluruh dunia, serta banyaknya siswa SMU yang memenangi Olimpiade Astronomi Internasional maupun Olimpiade Astronomi Asia Pasific.
Demikian juga dengan adanya salah seorang putra terbaik bangsa dalam bidang astronomi di tingkat Internasional, yaitu Profesor Bambang Hidayat yang pernah menjabat sebagai vice president IAU (International Astronomical Union).


Stellar astronomi, Evolusi istimewa: Nebula Planet Semut. Pengusiran gas, dari bintang mati di pusat, mempunyai pola simetris tidak seperti pola semrawut yang diharapkan dari letusan biasa. Ilmuwan yang memakai Hubble ingin mengerti bagaimana bintang yang berbentuk bola bisa menghasilkan simetri menonjol seperti itu di gas yang dikeluarkannya.



Referensi
Encyclopedia of Astronomy and Astrophysics
Los Alamos Astrophysics e-Print Database
Astronomy Picture of the Day
Bruce Medalists (annual astronomical award since 1898)
Islamic and Arab Astronomy
Kamus Istilah Astronomi
Wikipedia Indonesia

Catatan kaki
^ J. Voute (1933). "Description of the Observatory". Annalen v. d. Bosscha-sterrenwacht 1: A 14.

Teman se-Blog